Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Materi tentang Rule of Law (Supremasi Hukum) dan Konstitusi

Assalamu‘alaikum Wr. Wb. 

Halo semuanya! Jika kita sudah membahas tentang Negara dan Kekuasaan, sekarang kita akan membahas tentang Rule of Law atau Supremasi Hukum dan Konstitusi.



RULE OF LAW (SUPREMASI HUKUM)

Sumber Artikel Materi : Detik.comHukumonline.com

A. Supremasi Hukum

Apa yang dimaksud dengan supremasi hukum? Negara hukum adalah sarana untuk menerapkan ketentuan hukum. Hal ini juga digunakan untuk melindungi mereka yang menduduki negara oleh hukum. Negara hukum menempatkan hukum pada peringkat tertinggi. Di bawah ini, Anda akan menemukan informasi tentang arti dan tujuan penerapan supremasi hukum.

1. Pengertian Supremasi Hukum

Supremasi hukum selain sebagai pelindung masyarakat, juga digunakan untuk menjaga keutuhan bangsa. Berikut ini dua poin pengertian supremasi hukum menurut para ahli.
  • Melansir dari buku berjudul Politik Hukum : Studi Perbandingan Dalam Praktik Ketatanegaraan Islam dan Sistem Hukum Barat oleh Abdul Manan, supremasi hukum adalah bentuk penegakan dan penempatan hukum pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat dengan tidak diintervensi oleh satu pihak atau pihak mana pun termasuk oleh penyelenggara negara.
  • Menurut Charles Himawan, supremasi hukum adalah kiat untuk memosisikan hukum agar berfungsi sebagai komando atau panglima.

Kesimpulannya, Supremasi Hukum adalah upaya untuk menerapkan dan menempatkan hukum pada tingkat yang tertinggi dalam segala hal, menjadikan hukum sebagai komando atau panglima untuk melindungi dan menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Tujuan Supremasi Hukum

Mengutip dari situs MKRI, penyelenggaraan supremasi hukum tidak sekedar ditandai dengan adanya aturan hukum yang ditetapkan, melainkan harus diiringi kemampuan menegakkan kaidah hukum yang sesuai. Di samping itu, ada juga tujuan supremasi hukum yaitu :
  • Mencegah terjadinya praktik penyalahgunaan kekuasaan
  • Menjaga masyarakat agar dalam menjalankan hak-haknya tidak terjerumus dalam tindakan di luar batas hukum.

3. Prinsip-prinsip Pokok Negara Hukum

Supremasi hukum berati menempatkan hukum berada di posisi paling tinggi sebagai pilar sebuah negara hukum. Dalam buku 'Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia', Jimmy Asshidiqie menyebutkan 12 Prinsip pokok yang harus dimiliki suatu negara hukum, salah satunya supremasi hukum. Kedua belas prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Supremasi hukum (supremacy of law)
  2. Kedudukan dalam hukum sama tanpa pengecualian (equality before the lawa)
  3. Asas legalitas (due process of law)
  4. Pembatasan kekuasaan
  5. Organ-organ eksekutif independen
  6. Peradilan bebas dan tidak memihak
  7. Peradilan tata usaha negara
  8. Peradilan tata negara (constitutional court)
  9. Perlindungan hak asasi manusia
  10. Bersifat demokratis
  11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan negara
  12. Transparansi dan kontrol sosial

B. Rule of Law

Pada dasarnya, doktrin rule of law adalah konsep negara hukum, yaitu hukum menempati posisi tertinggi dalam pengelolaan negara hukum.

Istilah ini diciptakan oleh AV Dicey. Ini menunjukkan tiga elemen penting dari Rule of Law, antara lain :

1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)

Hal ini bertujuan agar hukum dapat melindungi seluruh warga masyarakat tanpa ada intervensi dari pihak mana pun dengan cara menegakkan dan menempatkan hukum di posisi tertinggi. Dalam hal ini, setiap orang baru dapat dikenakan sanksi hukum manakala yang bersangkutan melakukan pelanggaran.

2. Persamaan di Mata Hukum (Equality Before the Law)

Sederhananya, ini berarti setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.

3. Proses Hukum Adil dan Tidak Memihak (Due Process of Law)

Unsur ini berfungsi untuk menjamin hak-hak warga negara untuk dapat diproses hukum sesuai prosedur yang berlaku, dalam hal ini proses hukum yang adil dan tidak memihak, layak, dan benar.

Disarikan dari Antara Definisi dan Praktik Rule of Law di Indonesia, berikut syarat-syarat pemerintahan representatif di bawah rule of law, yakni :
  • Adanya perlindungan konstitusional;
  • Adanya pengadilan yang bebas dan tidak memihak;
  • Adanya pemilihan umum yang bebas;
  • Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat;
  • Adanya tugas oposisi; dan
  • Adanya pendidikan kewarganegaraan.

C. Penerapan Rule of Law di Indonesia

Sebagai negara yang berdasarkan Hukum (Rechstaat) dan bukan berdasarkan Kekuasaan (Machstaat), Indonesia juga menerapkan konsep Rule of Law sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Menurut Jimly Asshiddiqie, isi rumusan tersebut mengindikasikan pemenuhan konsep rule of law di Indonesia, yaitu :
  • Adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi;
  • Dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan;
  • Adanya jaminan hak asasi manusia;
  • Adanya peradilan bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan warga negara di hadapan hukum, dan menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.

Salah satu variasi negara hukum di Indonesia dapat dilihat pada penegakan peraturan perundang-undangan yang melandasi peran lembaga negara dan pejabatnya di Indonesia.

Penerapan rule of law juga terlihat dalam implementasi sistem hukum Pancasila di Indonesia. Dalam hal ini hakim berhak menafsirkan dan memberikan pendapat di luar ketentuan undang-undang untuk memutus suatu perkara karena hukum dilihat dari dua sudut pandang, bentuk dan materi.

D. Perbedaan Sistem Hukum Eropa Kontinental dengan Anglo-Saxon


Sistem Hukum dibedakan menjadi dua. Beberapa negara menggunakan sistem Hukum Eropa Kontinental dan beberapa lainnya menggunakan sistem Hukum Anglo Saxon.

Fajar Nurhardianto dalam jurnal Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia (2015) mengatakan sistem Hukum Anglo Saxon merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi.

Yurispudensi merupakan keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya.

1. Sistem Hukum Anglo Saxon

Sistem hukum ini memiliki nama lain Common Law. Sistem hukun yang berasal dari Inggris kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara-negara bekas jajahannya.

Kata Anglo Saxon berasal dari nama bangsa yaitu Angel-Sakson yang pernah menyerang Inggris kemudian ditaklukkan oleh Hertog Normandia, William. Nama Anglo Saxon sudah digunakan sejak abad ke-18 untuk menyebut penduduk Britania Raya, yaitu suku Anglia, Saks, dan Yut.

Sistem Hukum Anglo Saxon merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi. Sistem hukum ini cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat.

Dibentuk melalui lembaga peradilan dengan sistem jurispudensi dianggap lebih baik, agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan manfaat yang dirasakan langsung ke masyarakat. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada, dan Amerika Serikat.

Selain negara itu, beberapa negara juga menerapkan sistem Anglo Saxon bersama dengan hukum adat dan hukum agama, seperti Pakistan, India, dan Nigeria. Putusan hakim merupakan sumber hukum dalam sistem Hukum Anglo Saxon.

Dalam sistem ini, peran hakim sangat luas. Fungsi haklim tidak hanya menetapkan dan menafsirkan peraturan hukum, tetapi juga membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim juga bisa menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk menyelesaikan perkara sejenis.

Sistem hukum ini menganut doktrin Stare Decisis. Intinya dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya.

Dalam perkembangannya, sistem ini terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Hukum Privat

Ditujukan pada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik, hukum tentang orang, hukum perjanjian, dan tentang perbuatan melawan hukum.

b. Hukum Publik

Mencakup peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa atau negara serta hubungan antara masyarakat dan negara.

2. Sistem Hukum Eropa Kontinental

Diambil dari buku Pengantar Hukum Indonesia (1997) karya Dedi Soemardi, sistem hukum Eropa Kontinental berkembang di negara-negara Eropa daratan dan sering disebut Civil Law.

Semua aturan berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad VI Sebelum Masehi.

Hukum Eropa Kontinental memiliki 3 Karakteristik, yaitu :

a. Memiliki kodifikasi

Dasar sistem dari hukum ini adalah memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistemastik di dalam kodifikasi.

Kepastian hukum hanya bisa diwujudkan jika tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan hukum tertulis.

Hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja.

b. Hakim tidak terikat pada presiden

Pada karakteristik ini, hukum Eropa Kontinental tidak dapat dipisahkan dari ajaran pemisahan kekuasan yang mengilhami terjadinya Revolusi Perancis.

Dalam buku Mencari Keadilan: Pandangan Kritis Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia (2007) karya Jeremias Lemek, pengorganisasian yang terjadi di Belandan adalah untuk pemisahan antara kekuasaan pembuatan undang-undang, kekuasaan peradilan, dan sistem kasasi.

Sehingga tidak adanya campur tangan atau campur urusan antara kekuasaan satu dengan yang lainnya. Penganut sistem Eropa Kontinental memberi keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutuskan perkara tanpa perlu meneladani putusan-putusan hakim terdahulu.

Hakim menggunakan aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-undang sebagai pegangan.

c. Sistem peradilan bersifat Inkuisitorial

Di dalam sistem ini, hakim memiliki peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutuskan perkara. Hakim aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti.

Hakim di dalam sistem hukum Eropa Kontinental berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapi sejak awal. Sistem ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim.

Negara-negara pengaut Hukum Eropa Kontinental menempatkan konstitusi pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan.

Semua negara yang menganut sistem tersebut memiliki konstitusi tertulis. Dalam perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum, yaitu :
  • Hukum privat mencakup peraturan hukum yang mengatur hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya.
  • Hukum publik mencakup peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa atau negara serta hubungan antara masyarakat dan negara.

Adapun Perbedaan antara Sistem Hukum Anglo-Saxon dan Eropa Kontinental :
  1. Sistem Eropa Kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedangkan Anglo Saxon hanya mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara.
  2. Sistem Eropa Kontinental menjadi modern karena perguruan tinggi melakukan kajian, sedangkan pada Anglo Saxon dikembangkan melalui praktek prosedur hukum.
  3. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian masalah sehingga bersifat abstrak pada Eropa Kontinental, sedangkan kaidah pada Anglo Saxon secara kongkrit langsung digunakan untuk menyelesaikan perkara.
  4. Pada sistem Eropa Kontinental dikenal dengan adanya kodifikasi hukum sedangkan pada sistem Anglo Saxon tidak ada kodifikassi.
  5. Keputusan hakim yang lalu pada sistem Eropa Kontinental tidak dianggap sebagai kaidah atau sumber hukum, sedangkan pada sistem Anglo Saxon keputusan hakim terdahulu terhadap jenis perkara yang sama mutlak harus diikuti.


KONSTITUSI

Sumber Artikel Materi : Hukumonline.com

Secara etimologis, kata konstitusi, konstitusi, dan konstitusionalisme memiliki arti yang sama, tetapi penggunaan dan penerapannya berbeda. Konstitusi dalam arti sempit adalah seperangkat pasal dan aturan yang berkaitan dengan ketatanegaraan, Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45), dll. Berikut ini akan kami jelaskan secara rinci pengertian konstitusi.

A. Pengertian Konstitusi

Konstitusi berasal dari bahasa Perancis “constituer” yang artinya membentuk negara, menyusun negara, dan menyatakan negara. Sedangkan dalam bahasa Latin kata konstitusi berasal dari 2 (dua) kata yakni “cume” dan “statuere”. Kata “cume” artinya “bersama dengan”, sedangkan “statuere” adalah “membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan atau menetapkan”. Dengan demikian pengertian konstitusi dalam bentuk tunggal (konstitutio) adalah menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan pengertian konstitusi dalam bentuk jamak (constitusiones) adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan.

Negara-negara berbahasa Inggris menggunakan istilah "constitution" yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi. Sedangkan istilah UUD merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “Gronwet”. Selain "gronwet", Belanda juga mengenal istilah "constitutie".

Menurut Jimly Asshiddiqie, konstitusi bukanlah aturan yang dibuat oleh pemerintah, tetapi aturan yang dibuat oleh rakyat untuk mengatur pemerintah, dan pemerintah itu sendiri. Tanpa adanya konstitusi, ibarat kekuasaan tanpa otoritas. Konstitusi adalah hukum dasar, standar dasar, dan kedudukan tertinggi dalam sistem negara. Namun, sebagai undang-undang, konstitusi itu sendiri tidak selalu tertulis (schreven constitutie atau written constitution). Konstitusi dalam arti sempit adalah konstitusi tertulis atau yang biasa dikenal dengan konstitusi. Sedangkan konstitusi tertulis besar adalah konstitusi tidak tertulis.

B. Pengertian Konstitusi Menurut Para Ahli

Berikut adalah beberapa pengertian konstitusi menurut para ahli :

1. Soehino

Konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar yang sifatnya, baik tulisan maupun tidak tertulis yang mengambarkan tentang sistem ketatanegaraan suatu negara.

2. L. J. Van Apeldoorn

Gronwet atau UUD adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan constitution memuat baik peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis.

3. Herman Heller

Pengertian konstitusi dibagi menjadi tiga, yaitu konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (mengandung arti politis dan sosiologis), konstitusi sebagai kaidah yang hidup dalam masyarakat (mengandung arti hukum atau yuridis), dan konstitusi sebagai kesepakatan yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

4. C. F. Strong

Pengertian konstitusi adalah kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan serta hak-hak dari pemerintah dan hubungan antara pemerintah dan yang diperintah, yang menyangkut hak-hak asasi manusia.

5. F. Lasalle

Secara sosiologis dan politis, konstitusi adalah naskah yang memuat bangunan negara dan sendi pemerintahan. Konstitusi megandung pengertian yang lebih luas dari UUD. Namun, secara yuridis terdapat paham kodifikasi yang menyamakan konstitusi dengan UUD.

6. K. C. Wheare

Pengertian konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur, atau memerintah dalam pemerintahan negara.

Kesimpulannya, berbagai pendapat ahli tentang pengertian konstitusi, dapat dikatakan bahwa berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konstitusi terdiri dari ketentuan tertulis dan tidak tertulis. Dengan demikian, konstitusi adalah seperangkat aturan yang membatasi kekuasaan penguasa, menguraikan lembaga-lembaga negara, serta menguraikan masalah hak asasi manusia.


STUDI KASUS (STUDY CASE)


Contoh dari Kasus-kasus Pelanggaran yang berhubungan dengan Rule of Law saat ini adalah Kasus Ferdy Sambo yang membunuh Brigadir J dan juga Tragedi Kanjuruhan di Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022 | 5/3/1444) kemarin. Dalam Studi Kasus kali ini, saya akan membahas tentang Kasus Ferdy Sambo.


Ferdy Sambo dalam hal ini adalah saat menjabat di kepolisian RI merupakan salah satu unsur di pemerintahan yang membidangi penegakan hukum dan peraturan, maka sebagai pejabat juga harus tunduk dan patuh terhadap hukum itu sendiri.

Terhadap kasus yang dihadapi Ferdy Sambo, dengan tunduk dan patuh menjalankan perannya sebagai tersangka pada aturan aturan hukum yang berlaku di Indonesia, maka beliau dengan sendirinya telah menjunjung tinggi supremasi hukum. Agar proses hukum dapat berjalan dengan adil, bersih dan baik, maka Ferdi Sambo diberhentikan sebagai pejabat penyelenggara negara, dan hal ini adalah sangat bersifat umum, bukan sesuatu yang istimewa.

Selain itu sebagai tersangka, Ferdi Sambo dapat menggunakan hak-haknya, didampingi oleh pengacara yang ditunjuk sendiri, melakukan penyangkalan sebelum persidangan, mencari alasan terhadap perbuatan yang telah dilakukan, tanpa melakukan intervensi terhadap penegakan hukum pada dirinya, mempengaruhi, mengintimidasi jaksa, hakim yang memimpin persidangan.


Demikianlah Informasi yang telah kita paparkan di atas, semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan kita semua harus menaati hukum yang berlaku di Indonesia.

Terima Kasih 😀😊😘👌👍 :)

Wassalamu‘alaikum Wr. Wb. 

Ads