3 Keutamaan di Hari Nudzulul Quran
Assalammualaikum waromatulahi wabarokatuh.
Marhaban Ya Ramadhan ....
Tidak terasa kan sekarang sudah berada di pertengahan Bulan Ramadhan. Yaitu dimana kita berada di Malam / Hari Nudzulul Quran. Dimana Kitab Suci Al-Quran diturunkan.
Berkut, inilah 3 Keutamaan di Hari Nudzulul Quran, yah diperingati setiap Tanggal 17 Ramadhan (17 Ramadhan 1439 H = 2 Juni 2018).
Sekian informasi ini, supaya lebih dikutkan imannya oleh Allah SWT untuk memperbanyak membaca Al-Quran. Amin arobbalalamin.
Waltafik hidaiyah,
Wassalammualaikum waromatulahi wabarokatuh.
Marhaban Ya Ramadhan ....
Tidak terasa kan sekarang sudah berada di pertengahan Bulan Ramadhan. Yaitu dimana kita berada di Malam / Hari Nudzulul Quran. Dimana Kitab Suci Al-Quran diturunkan.
Berkut, inilah 3 Keutamaan di Hari Nudzulul Quran, yah diperingati setiap Tanggal 17 Ramadhan (17 Ramadhan 1439 H = 2 Juni 2018).
Hal ini kemudian dikenal dengan sebutan 'Nuzulul Quran'. Hal
ini didukung dengan QS. Al-Baqarah ayat 185.
شهر رمضان الذى انزل فيه القرأن هدى للناس
وبينت من الهدى والفرقان
Artinya: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Nuzulul Quran diperingati setiap tanggal 17 Ramadan, yang
sesuai hitungan akan jatuh pada hari Jumat 1 Juni 2018.
Namun tahukah kamu ada fakta-fakta tentang Nuzulul Quran
yang jarang diketahui.
3 teori turunnya Alquran
Teori pertama, pada malam Lailatul Qadar, Alquran dalam
jumlah dan bentuk yang utuh dan komplit diturunkan ke langit dunia (sama'
al-dunnya).
Setelah itu, dari langit dunia, Alquran diturunkan ke bumi
secara bertahap sesuai kebutuhan selama 20/23/25 tahun.
Teori kedua, Alquran diturunkan ke langit dunia selama 20
malam Lailatul Qadar dalam 20 tahun (Lailatul Qadar hanya turun sekali dalam setahun).
Setelah itu dibacakan kepada Nabi Muhammad SAW sesuai kebutuhan.
Teori ketiga, Alquran turun pertama kali pada malam Lailatul
Qadar.
Selanjutnya, Alquran diturunkan ke bumi secara bertahap
dalam waktu berbeda-beda.
Teori pertama paling masyhur (populer) dan didukung banyak
ulama.
Teori ini diperkuat banyak hadist sahih.
Teori kedua dipelopori oleh al-Muqatil dan Abu Abdillah
al-Halimi dalam kitab Minhaj. Juga al-Mawardi dalam tafsirnya.
Teori ketiga dikemukakan oleh al-Sya’bi.
Diturunkan sekaligus atau bertahap?
Semua teori sepakat Alquran “diturunkan” (munazzal) pada malam
lailatul qadar.
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat, apakah ia
diturunkan sekali dalam lailatul qadar atau lebih.
Masing-masing ulama juga berbeda pendapat soal apa makna
“al-inzal” dan bagaimana proses “al-inzal” berlangsung.
Yang pertama mengatakan, “al-inzal” adalah “al-idzhar”,
yaitu ”melahirkan”, “menjelaskan”, menghadirkan” atau “memperlihatkan”.
Jadi, posisinya tidak harus dari ketinggian (langit) menuju
tempat rendah (bumi) seperti terkandung pada kata “nazala”.
Pendapat kedua, Allah SWT memberikan pemahaman kepada
Malaikat Jibril yang ketika itu berada di langit.
Kemudian Jibril turun ke bumi menyampaikan kepada Nabi
Muhammad.
Karena itu, pilihan katanya adalah “nazala”.
Komunikasi Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril
Bagaimana proses komunikasi antara Jibril dan Nabi Muhammad
berlangsung?
Mengingat keduanya bukan dari jenis makhluk yang sama.
Para ulama memberikan dua kemungkinan: Jibril beralih rupa
menjadi manusia, atau sebaliknya.
Alquran seperti apa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad?
Pertanyaan selanjutnya, “Alquran” seperti apakah yang
diturunkan kepada Jibril dan dibacakan kepada Nabi Muhammad?
Ada tiga teori.
Pertama, Al-Qur’an diturunkan kepada Jibril lafdzan wa
ma’nan (kata dan maknanya secara sekaligus).
Penjelasannya begini, Jibril menghapal Al-Qur’an yang tertulis
dalam lauhul mahfudz (tablet yang terjaga), kemudian dibacakan ulang kepada
Nabi Muhammad SAW.
Menurut teori ini, ukuran setiap huruf di lauhul mahfudz
sebesar Gunung Qaf.
Di bawah huruf-huruf itu ada maknanya masing-masing yang
hanya diketahui Allah SWT.
Kedua, Jibril membacakan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad
menggunakan makna khusus.
Selanjutnya Nabi Muhammad menerjemahkannya ke dalam bahasa
Arab.
Ketiga, Jibril hanya menyampaikan “makna” Al-Qur’an.
Selanjutnya, agar Al-Qur’an dipahami audiensnya, dan Nabi
Muhammad “membungkusnya” dengan bahasa Arab
Waltafik hidaiyah,
Wassalammualaikum waromatulahi wabarokatuh.