Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Selamat Hari Raya Idul Adha 1440 H! Inilah Sejarah Qurban dan Haji

Assalammu‘alaikum wr. wb.

Allahu akbar! Allahu akbar! Allahu akbar! Laaillahha ilallah wallahhu akbar!

Tapi sebelum itu,  Inzaghi's Blog Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1440 H, Semoga kita diberikan lebih banyak keberkahan oleh Allah swt. Amin yarobal alamin. Tahun ini Idul Adha (10 Dzulhijjah 1440 H) jatuh pada Tanggal 11 Agustus 2019 (Minggu).





Dikutip dari Situs : Republika.co.id  dan  Kompasiana.com 

Hari Raya tersebut merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seorang Muslim, sebab hari tersebut berkaitan dengan sejarah kemanusia an yang direkam lewat Ibadah Haji dan Kurban. Ibadah Haji yang terdiri dari umrah dan haji merupakan titik kulminasi dari proses pencarian kesempurnaan hidup baik secara individu dan sosial. Dimana semua bermuhasabah kepada Allah SWT dalam takaran mendekatkan diri dan menggapai ridha-Nya.

Peristiwa itulah yang akan terjadi ketika seseorang dipanggil oleh Allah SWT dengan kematian menuju Tanah Abadi (Kubur). Semua itu menjadi pengingat kita kepada kematian dan perjalanan akhirat. Dengan demikian seseorang yang akan menunaikan Ibadah Haji diharapkan lebih menyadari dan memahami makna dari per jalanan yang sebaik-baiknya, ke mudian diaplikasikan dalam ke hidupan.

Ibadah haji dan kurban seperti kesatuan penghambaan terhadap Allah SWT yang tak dapat dipisahkan satu sama lain, baik dari sisi historis, waktu pelaksanaan, dan fadhilah atau manfaatnya. Umat Islam di seluruh penjuru dunia mengiringi Haji dengan melaksanakan sholat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban sebagai syi'ar agama Allah.

Seperti firman Allah SWT dalam Surah Al-Kautsar, "Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah." Idul Adha sendiri maknanya adalah kembali berkurban, yakni menyembelih Kambing, Sapi, atau Unta, dengan syarat-syarat tertentu sesuai melaksanakan Shalat Idul Adha.

(Artikel selengkapnya bisa dibaca di sini.)

SEJARAH


Berikut, inilah Sejarahnya.

Sejarah Qurban


Sumber Artikel : Blog.Act.id

Kisah atau sejarah qurban berawal dari persitiwa Nabi Ibrahim yang akan menyembelih putranya Nabi Ismail. Kemudian disyiarkan oleh Nabi terkahir Muhammad SAW yang menganjurkan umat Islam untuk menyembelih qurban di hari raya Haji atau Idul Adha. Beginilah sejarah qurban dimulai dari kisah Nabi Ibrahim sa dan nabi Ismail sa.

Telah dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim tidak memiliki anak hingga di masa tuanya, lalu beliau berdoa kepada Allah.

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (QS Ash-Shafaat [37] : 100)



Kemudian Allah memberikan kepadanya kabar gembira akan lahirnya seorang anak yang sabar. Dialah Ismail, yang dilahirkan oleh Hajar. Menurut para ahli sejarah, Nabi Ismail lahir ketika Nabi Ibrahim berusia 86 tahun. Wallahu a’lam.

Nabi Ibrahim kemudian membawa Hajar dan Ismail, yang waktu masih bayi dan menyusu pada ibunya, ke Makkah. Pada saat itu di Makkah tidak ada seorang pun dan tidak ada air. Nabi Ibrahim meninggalkan mereka disana beserta geribah yang di dalamnya terdapat kurma serta bejana kulit yang berisi air.

Setelah itu Nabi Ibrahim berangkat dan diikuti oleh Hajar seraya berkata,
“Wahai Ibrahim, kemana engkau hendak pergi, apakah engkau akan meninggalkan kami sedang di lembah ini tidak terdapat seorang manusia pun dan tidak pula makanan apapun?”

Pertanyaan itu diucapkan berkali-kali, namun Nabi Ibrahim tidak menoleh sama sekali, hingga akhirnya Hajar berkata kepadanya: “Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini?”

“Ya.” Jawab Nabi Ibrahim

“Kalau begitu kami tidak disia-siakan.” Dan setelah itu Hajar pun kembali.
Ibrahim pun berangkat sehingga ketika telah jauh sampai di Tsamiyah, beliau pun menghadapkan wajahnya ke Baitullah dan berdoa:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim [14] : 37)

Dan Hajar pun menyusui Ismail dan minum dari air yang tersedia. Sehingga ketika air yang ada dalam bejana sudah habis, maka ia dan puteranya pun merasa haus. Lalu Hajar melihat puteranya merengek-rengek. Kemudian ia pergi dan tidak tega melihat anaknya tersebut. Maka ia mendapatkan Shafa merupakan bukit yang terdekat dengannya. Lalu ia berdiri di atas bukit itu dan menghadap lembah sembari melihat-lihat adakah orang di sana, tetapi ia tidak mendapatkan seorang pun disana.

Setelah itu ia turum kembali dari Shafa dengan susah payah sehingga sampai di lembah. Lalu ia mendatangi bukit Marwah lalu berdiri disana seraya melihat-lihat adakah orang disana. Namun ia tidak mendapatkan seorang pun disana. Ia lakukan itu – berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah – sebanyak tujuh kali.

Setelah mendekati Marwah ia mendengar sebuah suara. Ia pun berkata, “Diam!” Maksudnya untuk dirinya sendiri. Kemudian ia berusaha mendengar lagi hingga ia pun mendengarnya.

“Engkau telah memperdengarkan. Adakah engkau dapat menolong?”

Tiba-tiba ia mendapati Malaikat di dekat sumber air Zamzam. Kemudian Malaikat itu menggali tanah dengan tumitnya sehingga muncullah air.

Selanjutnya Ibunda Ismail membendung air dengan tangannya dan menciduknya dan air bertambah deras.


Nabi Muhammad bersabda:

“Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Ibu Ismail, jika saja ia membiarkan Zamzam – atau Beliau berkata: ‘seandainya dia tidak menciduk airnya- niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir.”

Kemudian ibunda Ismail minum dari air itu dan menyusui anaknya.

Ismail tumbuh menjadi besar dan belajar Bahasa Arab di kalangan Bani Jurhum. Hingga pada suatu hari, ayahnya, Nabi Ibrahim datang menjumpainya. Allah mengisahkannya di dalam Al-Qur’an:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersamasama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” (QS Ash-Shafaat [37] : 102)

Nabi Ibrahim datang menjumpai anaknya untuk menyampaikan perintah Allah agar menyembelihnya. Bisakah kalian bayangkan teman-teman? Setelah menunggu bertahun-tahun, Nabi Ibrahim baru dikaruniai anak di usia tuanya. Lalu beliau diperintahkan untuk meninggalkan anak dan isterinya di suatu tempat asing yang jauh darinya dan tidak berpenghuni. Meskipun sangat besar kecintaan beliau kepada keluarganya, namun beliau seorang yang teguh dan taat terhadap perintah Allah. Tidak sedikitpun beliau bergeming, bahkan bersegera ketika Allah memerintahkannya.

Nabi Ismail pun menjawab:

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS Ash-Shafaat [37] : 102)

Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan beliu berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Ismail. Allah memujinya di dalam Al-Qur’an:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quraan. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS Maryam [19] : 54)

Allah melanjutkan kisahnya di dalam Al-Qur’an:
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).” (QS Ash-Shafaat [37] : 103)

Nabi Ibrahim lalu membaringkan anaknya di atas pelipisnya (pada bagian wajahnya) dan bersiap melakukan penyembelihan dan Ismail pun siap menaati perintah ayahnya.

“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shafaat [37] : 104:107)

Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perintah untuk menyembelih anaknya tercinta, dan Nabi Ibrahim dan Ismail pun menunjukkan keteguhan, ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah itu. Lalu Allah menggantikan dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang besar berwarna putih, bermata bagus, bertanduk serta diikat dengan rumput samurah. Wallahu a’lam.

Demikianlah sejarah Ibadah qurban dari Nabi Ibrahim dan Ismail yang kemudian menjadi Ibadah Sunnah yang utama bagi Umat Islam di Hari Raya

Sejarah Haji


Sumber Artikel : Islami.co

Ibadah haji telah ada sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw. Ibadah ini diajarkan pertama kali oleh Nabi Ibrahim As. Beliaulah nabi yang pertama kali diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikannya sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau dengan mengendarai onta yang kurus. Mereka akan datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS al-Haj: 27).

Akan tetapi sebagian dari praktik-praktik ibadah haji tersebut pada masa-masa selanjutnya diselewengkan oleh sebagian umat yang tidak bertanggungjawab sehingga jauh dari substansi awalnya sebagaimana yang diajarkan oleh Ibrahim As. Dari sini lalu Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan ibadah tersebut agar dikembalikan sesuai dengan ajarannya semula.

Ibadah ini baru diwajibkan kembali kepada umat Nabi Muhammad pada tahun ke-6 hijriah (ada juga yang menyebutkan pada tahun ke-3 atau 5 hijriah) melalui firman Allah SWT:

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya : 

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji menuju baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) yang sanggup mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari semesta alam” (QS Ali Imran: 97).

Kendati sudah diwajibkan, namun pada tahun tersebut Nabi dan para sahabat belum dapat menjalankan ibadah haji karena Mekkah ketika itu masih dikuasai oleh kaum musyrik. Baru setelah Rasulullah Saw. menguasai kota Mekkah pada tanggal 12 Ramadan tahun ke-8 hijriah beliau berkesempatan untuk menunaikannya.

Namun lagi-lagi karena ada prioritas lain yang harus beliau utamakan, pada tahun ini beliau terpaksa menundanya. Baru pada tahun ke-10 hijriah atau kurang lebih tiga bulan sebelum meninggal dunia, Rasulullah Saw berkesempatan untuk menunaikannya. Oleh karena itu, haji yang beliau lakukan disebut juga dengan haji wada’ (haji perpisahan), karena haji tersebut merupakan haji yang pertama dan sekaligus yang terakhir bagi beliau.


Untuk melihat artikel dari postingan lamanya, silahkan lihat di sini. Atau ingin membaca Artikel Lainnya, silahkan lihat di sini (Sejarah, Puasa Tarwiyah-Arafah, Idul Adha, dan Qurban), dan di sini (Pengertian Qurban).


Sekian informasi ini, semoga bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. Amin yarabal' allamin.


Waltafik hidaiyah, 
 


Wassalammu‘alaikum
wr. wb.

Ads