Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Inilah Agama dalam Perspektif/Pandangan Antropologi, Sosiologi, dan Psikologi

Assalamu‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Sejahtera bagi kita semuanya, Shalom,
Om Swastiastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan kita masih diberikan Keamanan dan Keselamatan. Memang di setiap Agama pastinya mengajarkan kebaikan dan menjauhi keburukan, mengenal Pahala dan Dosa hingga Surga dan Neraka. Agar semua Umat saling menghargai dan menghormati atau saling Toleransi. Dan kali ini saya akan menjelaskan tentang Materi Agama dalam Perspektif/Pandangan Antropologi, Sosiologi, dan Psikologi.



AGAMA DALAM PERSPEKTIF ANTOPOLOGI (KEBUDAYAAN)



Sumber Artikel : Wikipedia.org

Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut Agama dengan pendekatan budaya, atau disebut juga Antropologi Religi. Istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani, asal kata anthropos berarti manusia, dan logos berarti ilmu, dengan demikian secara harfiah antropologi berarti ilmu tentang manusia. Pengertian Agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, Religi (Relegere, Religare) dan Agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam Bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata Religi atau Relegere berarti mengumpulkan dan membaca.

Antropologi Agama adalah salah satu cabang ilmu yang banyak mendapatkan perhatian para pakar ilmu sosial. Cabang ilmu Antropologi Agama ini diyakini oleh banyak pakar sebagai salah satu alat studi yang akurat dalam melihat reaksi antara Agama, Budaya, dan Lingkungan sekitar sebuah masyarakat. Antropologi Agama menunjuk kepada suatu penghubung yang unik atas Moralitas, Hasrat, dan Kekuatan dengan dikendalikan dan kemerdekaan, dengan Duniawi dan Asketisme, dengan idealis dan kekerasan, dengan imajinasi dan penjelmaan, dengan imanensi dan transendensi yang merupakan sisi dunia manusia yang berbeda dengan makhluk lain. 

Tradisi ilmu antropologi memahami dunia-dunia Agama tidak sepenuhnya sebagai fenomena objektif dan juga tidak sepenuhnya sebagai fenomena subjektif, namun sebagai sesuatu yang berimbang dalam memediasikan ruangan sosial atau budaya dan sebagai yang terlibat dalam suatu Dealiktika yang memberikan Objektivitas sekaligus juga Subjektivitas. Perhatian ahli antropologi dalam meneliti Agama ditunjukan untuk melihat keterkaitan Faktor Lingkungan Alam, Struktur Sosial, struktur kekerabatan, dan lain sebagainya, terhadap timbulnya jenis Agama, kepercayaan, upacara, organisasi keagamaan tertentu. Kajian Agama dalam sudut pandang Antropologi bertujuan untuk melihat bentuk praktik keagamaan yang terjadi dalam masyarakat seperti tindakan dan perilaku pada saat melakukan ritual keagamaan. Antropologi Agama bersifat abstrak tetapi dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku individu termasuk hubungan antara individu dengan hal yang berkaitan dengan supranatural.

Menurut salah satu antropolog muslim bernama Talal Asad, ilmuwan antropolog lain mendefinisikan Agama sebatas pada analogi kata-kata dan menghasilkan arti. Talal menganggap bahwa Agama bersifat spatiotemporal (berhubungan dengan ruang dan waktu), yang dapat dipengaruhi oleh Faktor Sosial dan Politik.

A. Kajian Antropologi Agama

Agama yang dipelajari oleh Antropologi adalah Agama sebagai fenomena budaya, tidak Agama yang diajarkan oleh Tuhan. Maka yang menjadi perhatian adalah beragamanya manusia dan masyarakat. Sebagai ilmu Sosial, Antropologi tidak membahas salah benarnya Agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral. Harsojo mengungkapkan bahwa kajian Antropologi terhadap Agama dari dulu sampai sekarang meliputi 4 (Empat) masalah Pokok, yaitu :
  • Dasar-dasar fundamental dari Agama dan tempatnya dalam kehidupan manusia.
  • Bagaimana manusia yang hidup bermasyarakat memenuhi kebutuhan religius mereka.
  • Dari mana asal usul Agama.
  • Bagaimana manifestasi perasaan dan kebutuhan Religius manusia.
Antropologi Agama terbagi atas beberapa aliran, yaitu aliran Fungsional, aliran Struktural dan Aliran Historis.

B. Pendekatan Antropologi Agama

Pendekatan yang digunakan oleh para ahli antropolog dalam meneliti wacana keagamaan adalah adalah pendekatan kebudayaan, yaitu melihat agama sebagai inti kebudayaan. Kajian antropolog yang bernama Geertz (1963) mengenai Agama Abangan, Santri, dan Priyai adalah kajian mengenai variasi-variasi keyakinan Agama dalam kehidupan (kebudayaan) masyarakat Jawa sesuai dengan konteks lingkungan hidup dan kebudayaan masing-masing bukannya kajian mengenai teologi agama. Berbeda dengan pendekatan antropolog, sebagai ilmu sosial pendekatan yang dipakai antropologi agama untuk menjawab masalah yang menjadi perhatiannya adalah pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah yang dikembangkan dari pendekatan ilmu alam bertolak dari kenyataan yang mengandung masalah.

Masalah itu diantaranya apa sebab suatu kenyataan jadi demikian, apa faktor-faktor yang menjadikannya demikian. Sadar bahwa manusia adalah mahluk budaya, punya kehendak, keinginan, imajinasi, perasaan, gagasan, kajian yang dikembangkan antropologi tidak seperti pendekatan ilmu alam. Pendekatan yang digunkan lebih humanitik, berusaha memahami gejala dari prilaku tersebut yang nota bene punya gagasan, inisiatif, keyakinan, bisa terpengaruh oleh lingkungan dan mempengaruhi lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan antropologi tidak menjawab bagaimana beragama menurut kitab suci, tetapi bagaimana seharusnya beragama menurut penganutnya. Terdapat dua konsep yang dapat menjelaskan kepercayaan terhadap Tuhan, yaitu konsep agama dan konsep religi. Konsep religi lebih sering diterapkan masyarakat karena lebih mengarah kepada kebudayaan itu sendiri.

C. Teori Tentang Agama

1. Teori Rasionalistik

Teori ini diterapkan pada kajian agama mulai abad ke-19. Secara umum yang dimaksud dengan Teori Rasionalistik adalah keyakinan ilmuwan bahwa manusia prasejarah menjelasakan kepercayaan mereka hampir dekat dengan cara ilmiah, tetapi mereka sampai kepada kesimpulan salah karena kekurangan pengetahuan dan pengalaman mereka. Kecendrungan teori ini tampak karena dipengaruhi oleh cara berpikir orang Barat, khusunya para ahli antropologinya.

2. Teori Linguistik (Bahasa)

Kajian terhadap agama secara ilmiah dimulai sesudah kajian terhadap bahasa mulai berkembang. Jacob Grimm dan Wilhem Grimm yang memulai penggabungan kajian mitos dengan bahasa. Mereka mnegumpulkan sebagian besar lagenda, cerita rakyat, khurafa-khurafa, dan pepatah di seantero Eropa. Menurut teori ini keagamaan itu adalah carita rakyat modern yang semula adalah mitos massa lalu yang telah ditambah, dikurangi, atau dikorup.

3. Teori Fenomenologis

Teori fenomenologis adalah kajian terhadap sesuatu menurut yang dimaksud sendiri oleh objek yang dikaji. Suatu masyarakat yang menjadi objek penelitian dengan pendekatan fenomenologis berarti berusaha memahami maksud Simbol, Kepercayaan, atau Ritual menurut yang mereka pahami sendiri.

4. Teori berorientasi kepada Upacara Religi

Robertson Smith (1846-1894), seorang ahli teologi, sastra Semit, dan ilmu pasti, mengingatkan bahwa disamping sistem kepercayaan dan doktrin, agama punya sistem upacara yang relatif tetap pada banyak agama, yaitu upacara keagamaan. Jadi agama muncul dari upacara atau ritual.

D. Asal Usul Agama

Penelusuran terhadap asal usul agama secara universal tidak akan mungkin dicapai karena karakteristil ajaran dan umat beragama sangat banyak dan sangat berbeda satu sama lain. Mendasarkan pendapat tentang asal usul agama kepada data keagamaan masyrakat primitif sungguh tidak resprentatif, bahkan salah kaprah karena agama-agama besar dunia sangat berbeda dengan agama masyarakat primitif. Kemudian penelusuran secara ilmiah terhadap kepercayaan beragama, menuntut bukti yang rasional Empirik, dan berikutnya menuntut kesimpulan yang rasional Empirik. Mengatakan agama dari Tuhan tentu tidak Empirik. Karena itu, Emile Durkheim mengatakan bahwa asal usul agama adalah masyarakat itu sendiri. M.T Preusz, seorang Etnografer Jerman yang ahli tentang suku Indian di Meksiko, berpendapat bahwa wujud Religi tertua merupakan tindakan-tindakan manusia untuk mewujudkan keperluan hidupnya yang tidak dapat dicapai dengan akal dan kemampuan biasa. Dia menegaskan bahwa pusat dari tiap sistem Religi adalah Ritus dan upacara. Melalui tindakan terhadap kekuatan gaib yang berperan dalam kehidupan, manusai mengira dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan hidupnya. R.R. Marett berpendapat bahwa kepercayaan beragama berasal dari kepercayaan akan adanya kekuatan gaib luar biasa yang menjadi penyebab dari gejala-gejala yang tidak dapat dilakukan manusia biasa.

Selain itu, asal usul agama tidak lah sesuai dengan apa yang ada dalam keyakinan dan pikiran umat beragama, karena menurut mereka agama adalah ajaran Tuhan. Walaupun kemudian disampaikan dan dioleh atau diijtihadkan oleh pemuka agama, asal bahan yang dioleh dan diijtihadkan itu tetap dari wahyu Tuhan. Agama pada umumnya mempunyai ajaran-ajaran yang diyakini turun kepada manusia melaui wahyu, dalam arti bahwa ajaran-ajaran itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, karena itu bersifat mutlak benar dan tidak berubah-ubah oleh perkembangan zaman.

Salah satu antropolog bernama Koentjaraningrat membedakan antara agama dan Religi. Istilah agama digunakan untuk menggambarkan agama-agama besar saja dan istilah Religi digunakan untuk masyarakat primitif yang skala keagamaan masih kecil.

Dari sudut pandang sosio-antropologi, agama disebut sebagai bentuk hubungan dengan hal diluar nalar dan tidak dapat dicapai manusia. Agama disebut juga berkaitan dengan sistem kepercayaan dan ritual yang dilakukan oleh sekelompok orang atau masyarakat. Agama dianggap sebagai sumber dari semua kebudayaan dan merupakan candu bagi manusia itu sendiri.

Agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat karena bersifat universal. Walaupun terjadi perubahan sosial dilingkungan masyarakat tertentu tetapi hal tersebut tidak akan mengurangi ataupun menghilangkan eksistensi Agama.

Praktek agama di Indonesia sangat beragam tergantung kebudayaan yang dianut oleh masyarakat. Kemungkinan adanya campuran adat lokal dalam ajaran agama sudah tidak dapat dihindarkan atau dipisahkan lagi.

E. Karya-karya

Berikut, inilah Karya-karyanya :
  • Theories of Primitive Religion (Avans-Pritchard, 1965)
  • The Culture of the Sacred: Exploring the Antrhoplogy of religion (Illinois: Waveland, 2004)
  • Anthropology of Religion: A Handbook (London: Preager,1997)
  • The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (Max Weber)
  • Islam and Capitalism (London: Allen Lane, 1974)
  • Seven Theories of Religion (New York & Oxford: Oxford University Press, 1996)
  • Witchacraft Among the Azande (Avans-Pritchard, 1937)
  • Nuer Religion (Avans-Pritchard, 1956)
  • The religion of Java (Geertz, 1960)
  • Religion, Culture, and Environment (Fiona Bowie. 2000)
  • The Elementary of Religion Life (Emile Durkheim. 1912)
  • A Handbook of Methods in Cultural Anthropologi (R. Narol & R. Cohen, 1970)


AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI


Sumber Artikel : Wikipedia.org

Sosiologi Agama adalah Cabang Ilmu Sosiologi yang mempelajari peran, sejarah, perkembangan dan tema universal dari Agama di dalam masyarakat. Dalam Sosiologi Agama, nilai kebenaran filsafat serta dogma dalam teologi tidak dijadikan sebagai bahan kajian. Sosiologi Agama mengkaji tentang kehidupan sosial dan kebudayaan dalam masyarakat sebagai penggambaran dari keagamaan. Max Weber dan Emile Durkheim menjadi pencetus sosiologi Agama sebagai suatu disiplin ilmiah. Karya-karya Weber dan Durkheim menjelaskan tentang sosiologi Agama sebagai cara untuk memperoleh keterangan ilmiah tentang masyarakat beragama. Sosiologi Agama menggunakan Sudut Pandang Empiris dari ilmu sosial sebagai pendekatan ilmiahnya. Pendekatan sosiologi Agama cenderung menggunakan kelebihan dan kekurangan pada suatu Agama sebagai objek kajian. Objek kajian utama dalam sosiologi Agama ialah hubungan antarindividu dan antarkelompok di dalam organisasi keagamaan serta hubungan antara suatu organisasi keagamaan dengan organisasi keagamaan lainnya.Dalam sosiologi Agama, keyakinan kerohanian merupakan struktur sosial yang menciptakan integrasi sosial pada individu-individu di dalam masyarakat.

A. Ciri Khas

Sepanjang Sejarah, peran Agama di seluruh masyarakat memiliki penekanan tertentu. Sosiologi Agama tidak menilai kebenaran kepercayaan Agama, sehingga berbeda dari filsafat Agama. Selain itu, proses membandingkan dogma yang saling bertentangan membutuhkan Ateisme Metodologis yang melekat. Sosiologi Agama juga berbeda dengan teologi dalam hal mengasumsikan ketidakabsahan supernatural. Kajian sosiologi lebih menekankan pengamatan terhadap Reifikasi Sosial Teoris cenderung mengakui Reifikasi sosial budaya dalam praktik keagamaan.

B. Sejarah

Sosiologi Akademik modern dimulai dengan Analisis Agama dalam Studi Tingkat Bunuh Diri Durkheim Tahun 1897 di antara Penduduk Katolik dan Protestan, sebuah karya mendasar dari penelitian sosial yang ditujukan untuk membedakan sosiologi dari ilmu disiplin lain seperti Psikologi. Karya Karl Marx dan Max Weber menekankan hubungan antara Agama dan ekonomi atau struktur sosial masyarakat. Perdebatan kontemporer lebih memusat pada masalah seperti Sekularisasi, Agama Sipil, dan kepaduan Agama dalam konteks Globalisasi dan Multikulturalisme. Sosiologi Agama kontemporer juga dapat mencakup Sosiologi ketiadaan Agama (Contohnya dalam Analisis sistem kepercayaan Humanis Sekuler).

C. Intelektual awal

1. Karl Marx

Karl Marx mulai meninggalkan kajian tentang Esensi Manusia sejak menulis karyanya yang berjudul Capital. Pusat kajiannya kemudian beralih ke logika sistem kapitalis dalam sejarah. Dalam berbagai teorinya, Marx menjadikan kapitalisme sebagai landasan teori. Berkaitan dengan Agama, Marx berpendapat bahwa Agama merupakan opium masyarakat yang mampu mengurangi atau menghilangkan frustrasi kelas pekerja. Ketika manusia salah dalam memahami hakikat dirinya sebagai manusia, maka akan terjadi penolakan diri yng berakhir menjadi alienasi. Marx menjelaskan bahwa kesalahpahaman ini berawal dari perasaan gagal dalam memperoleh hasil kerja keras secara mandiri.

2. Max Weber

Penjelasan Max Weber tentang Esensi Agama, berkebalikan dengan penjelasan Karl Marx. Weber memandang Agama sebagai pemberi semangat dan sumber inspirasi bagi manusia untuk menjalani kehidupannya. Melalui pendekatan verstehen, Weber melakukan pemaknaan Agama oleh individu secara subjektif . Dalam bukunya yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, Weber menunjukkan kontribusi Agama bagi perkembangan ekonomi masyarakat. Agama menjadi pembentuk citra diri seseorang tentang dunia dan mempengaruhi pandangannya tentang kepentingan-kepentingan ekonomi. Agama memungkinkan manusia terbebas dari penderitaan dan memotivasi dirinya melalui pencarian kekayaan.

3. Emile Durkheim

Emile Durkheim menganggap Agama sebagai suatu fakta sosial non-material yang menempati posisi sentral di dalam masyarakat. Kajiannya tentang Sosiologi Agama didasarkan pada perbandingan antara kesederhanaan masyarakat primitif dan kerumitan masyarakat modern. Kesimpulan yang diperolehnya yaitu bahwa agam bersumber dari masyarakat itu sendiri. Sifat sakral dan Profan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat dalam Totemisme. Ini teramati dalam pendewaan terhadap benda-benda seperti tanaman dan hewan. Totemisme merupakan bentuk dari kesadaran kolektif yang merupakan bagian dari fakta sosial non-material. Durkeim menyimpulkan bahwa kesadaran kolektif yaitu masyarakat dan Agama atau lebih umum lagi, adalah satu dan sama. Cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial non-material yaitu melalui Agama.


AGAMA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI


Sumber Artikel : Wikipedia.org

Psikologi Agama merupakan Cabang Ilmu Psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap Agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan pengaruh usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan Psikologi. Tegasnya psikologi Agama mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa yang memantul dan memperlihatkan diri dalam Prilaku dan kaitannya dengan kesadaran dan pengalaman Agama manusia. Psikologi Agama berbeda dari cabang-cabang Psikologi yang lainya, karena dihubungkan dengan dua bidang pengetahuan yang berlainan. Sebagian harus tunduk kepada Agama dan sebagian lainnya tunduk kepada Ilmu Jiwa (Psikologi). Sebagaimana telah diketahui bahwa psikologi Agama sebagai salah-satu cabang dari psikologi, merupakan ilmu terapan.

A. Definisi

Psikologi Agama menggunakan 2 (Dua) Kata yaitu "Psikologi" dan "Agama". Kedua kata tersebut memiliki pengertian dan Pengunan yang berbeda, meskipun keduanya memiliki aspek kajian yang sama yaitu aspek batin manusia.

Kata Psikologi (ilmu jiwa) dipergunakan secara umum untuk ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. Menurut Robert H. Thouless, mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman manusia. Menurut Plato dan Aristoteles psikologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia. Secara umum psikologi adalah sebuah ilmu yang meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala-gejala kejiwaan yang berada dibelakangnya.

Berikutnya kata Agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batiniah manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan terperinci. Hal ini pula yang menyulitkan para ahli untuk mendefinisikan yang tepat tentang Agama. J.H. Leube dalam bukunya A Psychological Study of Religion telah memasukkan lampiran yang berisi 48 Definisi Agama, tampaknya juga belum memuaskan. Max Muller berpendapat bahwa definisi Agama secara lengkap belum tercapai kerena penelitian terhadap Agama terus dilakukan dan para ahli masih menyelidiki asal usul Agama. Edward Burnett Tylor berpendapat bahwa definisi minimal Agama adalah "kepercayaan kepada wujud spiritual" (the belief in spiritual beings).

Agama berasal dari bahasa Sanskirit. Harun Nasution merunut pengertian Agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, Religi (Relegere, Religare) dan Agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata Religi atau Relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Emile Durkheim berpendapat Agama adalah alam gaib yang tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipikirkan oleh akal manusia sendiri. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana Agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan manusia yang berpokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuatan dan kegaiban yang tidak berhingga luas, mendalam dan mesrahnya, sehingga memberi arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya. Agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Fungsi dasar Agama adalah memberikan orietasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral.

Psikologi Agama menurut Prof. Dr. Hj Zakiah Daradjat ialah meneliti pengaruh Agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan masuk kedalam konstribusi kepribadiannya. Dr. Nico Syukur Dister berpendapat Psikologi Agama adalah ilmu yang menyelidiki pendorong tindakan-tindakan manusia, baik yang sadar maupun yang tidak sadar, yang berhubungan dengan dengan kepercayaan terhadap ajaran/wahyu "Nan Illahi" (segala sesuatu yang bersifat Dewa-dewa) yang juga tidak terlepas dari pembahasan hubungan manusia dengan lingkungannya. Dari pendapat para ahli tersebut tentang psikologi Agama dapat diambil pengertian secara umum, Psikologi Agama yaitu ilmu pengetahuan yang membahas pengaruh Agama dalam diri (Kognitif = pengetahuan, Afektif = perasaan/sikap, behavior = prilaku atau tindakan) seseorang dalam kehidupannya yaitu dalam berinteraksi dengan Tuhan/Pencipta, sesama manusia dan lingkungannya.

B. Ruang Lingkup

Sebagai Disiplin Ilmu yang Otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pemabahasannya tersendiri. Adapun ruang lingkup psikologi agama menurut Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor adalah :
  • Kegiatan ibadah seseorang, meliputi ubudiyah dan maumalah.
  • Gerakan-gerakan kemasyarakatan yang muncul dari masyarakat yang beragama.
  • Budaya-budaya yang ada dalam masyarakat, akibat pengalaman Agama.
  • Suasana keagamaan dalam lingkungan hidup, seiring dengan kesadaran beragama yang ada dalam masyarakat.
Lebih lanjut, Prof. Dr. Zakiah Darajat menyatakan lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Oleh karena itu menurut Zakiah Darajat ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai :
  • Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega, dan tenteram sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan.
  • Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap tuhannya, misalnya rasa tenteram dan kelegaan batin.
  • Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
  • Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
  • Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi agama adalah metode ilmiah, yakni mempelajari fakta-fakta yang berada dalam lingkungannya, dengan cara yang obyektif. Dalam meneliti ilmu jiwa agama sejumlah metode dapat digunakan antara lain :

1. Dokumen Pribadi

Metode ini digunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam keberagamaannya. Cara yang dapat ditempuh oleh peneliti adalah mengumpulkan dokumen pribadi orang per orang, baik dalam bentuk otobiografi, biografi, tulisan, ataupun catatan-catatan yang dibuatnya. Dalam Penerapanya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu, di antaranya teknik nomotatik, teknik analisis nilai, teknik idiografi, teknik penilaian terhadap sikap.

2. Kuesioner dan Wawancara

Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. Dalam penerapannya, metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah teknik pengumpulan data melalui pengumpulan pendapat masyarakat (Public Opinion Polls) dan skala penilaian (Rating Scale).

3. Tes

Tes digunakan untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu.

4. Ekperimen

Teknik ekperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.

5. Observasi melalui Pendekatan Sosiologi dan Antropologi

Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi orang per orang atau kelompok.

6. Pendekatan terhadap Perkembangan

Teknik ini digunakan untuk meneliti mengenai asal usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianutnya.

7. Metode Klinis dan Proyektivitas

Dalam pelaksanannya, metode ini memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dan agama.

8. Metode Umum Proyektivitas

Metode ini berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu.

9. Apersepsi Nomotatik

Caranya dengan mengunakan gambar-gambar yang samar.

10. Studi Kasus

Studi Kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu.

11. Survei

Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian sosial dan dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.

D. Sejarah Perkembangan


Tahun 1500-500 SM, di Yunani Mesir, Mesopotamia Purba, lahirlah berbagai agama. Agama Brahma menyuruh pengikutnya menyembah Dewa Tunggal, Agama Budha (400-750 M) menyembah Naga dan Raksasa, Agama Hindu di India (1500) SM menyembah banyak Dewa. Di Tiongkok (551-479 SM) lahir pula agama Khonghucu dikembangkan oleh Confusius. Pada Tahun 560 SM, berkembang pula Agama Budha di Kapilawastu, oleh Budha Guatama. Sekitar Tahun 660-583 SM, lahir agama Majusi dibawa oleh Zarathustra keturunan Iran suku Spitama. Selanjutnya di Jepang pada Abad ke-6, muncul agama Shinto. 

Pada Tahun 1570-1450 SM muncul agama Yahudi ditanah Arab wilayah Palestina, Mesir. Kurang lebih 21 Abad yang lalu lahirlah agama Nasrani. Nama ini berasal dari kota Nazareth, yaitu kota kecil yang terletak kaki sebuah bukit. Agama ini dinamakan juga dinamakan agama Kristen (Chistten) yaitu diambil dari nama Nabinya Jesus Kristus, gelar kehormatan keagamaan buat Juses dari Nazareth pembawa agama ini. Kristus adalah bahasa Yunani. Rasul yang membawa agama Kristen ini adalah Isa Almasih atau Jesus Kristus. Pada abad ke 6 M, lahirlah agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Agama ini mengajarkan agar penganutnya menyembah Allah SWT. Agama Islam beraliran monoteisme. Kitab Pegangannya adalah Al-Quran dan Hadist Rasulullah.

Penelitian Agama secara Ilmu Jiwa (Psikologi modern) relatif masih muda. Para ahli Psikologi agama menilai bahwa kajian mengenai Psikolgi agama mulai popular sekitar abat ke-19. Ketika itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk kajian agama. Kajian semacam itu dapat membantu pemahaman terhadap cara bertingkah laku, berpikir, dan mengemukakan perasaan keagamaan.

1. Perkembangan di Barat

Perkembangan psikologi agama di barat mengalami pasang surut. Bersamaan dengan perkembangan psikologi modern, pada tahun 1890-an, psikologi berkemang pesat. Tetapi pada tahun 1930-1950 psikologi agama mengalami penurunan. Setelah itu meningkat lagi, bahkan berkembang pesat pada tahun 1970 sampai sekarang. Menurut Thouless, sejak terbitnya buku The Varietes of Religion Experience tahun 1903, sebagai kumpulan kuliah William James di 4 (Empat) Universitas di Skotlandia, maka langkah awal kajian psikologi agama mulai diakui oleh para ahli Psikologi dan dalam jangka waktu tiga puluh tahun kemudian, banyak buku-buku lain diterbitkan dengan konsep-konsep yang serupa. 

Di antara buku-buku tersebut adalah The Psychology of Religion karangan Edwind Diller Starbuck, yang mendahului karangan Wlilliam James. Buku E.D. Starbuck yang terbit tahun 1899 ini kemudia disusul sejumlah buku lainnya seperti The Spiritual Life oleh George Albert Coe, tahun 1900, kemudian The Belief in God and Immortality (1921) oleh H.J. Leuba dan oleh Robert H. Thouless dengan judul An Introduction on thr Psycology of Religion tahun 1923 serta R.A. Nicholson yang khususnya mempelajari mengenai aliran Sufisme dalam Islam dengan bukunya Studies in Islamic mysticism, Tahun 1921. Sejak itu, kajian-kajian tentang psikologi agama tampaknya tidak hanya terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut kehidupan keagamaan secara umum, melainkan juga masalah khusus. J.B. Pratt misalnya, mengkaji mengenai kesadaran beragama melalui bukunya the Religius Conciusness (1920), Dame Julian yang mengkaji tentang wahyu dengan bukunya Revelation of Devine Love Tahun 1901.

Selanjutnya, kajian-kajian psikologi agama juga tidak terbatas pada agama-agama yang ada di Barat (Kristen) saja melainkan juga agama-agama yang ada di Timur. A.J. Appasmyy dan B.H. Steeter menulis tentang masalah yang menyangkut kehidupan penganut agama Hindu dengan bukunya The Sadhu (1921). Sejalan dengan perkembangan itu, para penulis non-Barat pun mulai menerbitkan buku-buku mereka. Tahun 1947 terbit buku The Song of God Baghavad Gita, terjemahan Isherwood dan Prabhavanada, kemudian tahun 1952 Swami Madhavananda menulis buku Viveka-Chumadami of Sankaracharya yang disusul penulis India lainnya, Thera Nyonoponika dengan judul The Life of Sariptta (1966). Demikian pula, Swami Ghananda menulis tentang Sri Rama dengan judul Ramakrisna, His Unique Massage (1946).

2. Perkembangan di Timur

Didunia Timur, khususnya diwilayah-wilayah kekuasaan Islam, tulisan-tulisan yang memuat kajian tentang hal serupa belum sempat dimasukkan. Padahal, tulisan Muhammad Ishaq ibn Yasar diabat ke-7 masehi berjudul Al-Siyar wa al- Maghazi memuat berbagai fragmen dari biografi Nabi Muhammad SAW, ataupun Risalah Hayy Ibn Yaqzan fi Asrar al-Hikmat al-Masyriqiyyat yang juga ditulis oleh Abu Bark Muhammad ibn Abd-Al-Malin ibn Tufai (1106-1185 M) juga memuat masalah yang erat kaitannya dengan materi psikologi agama.

Demikian pula karya besar Abu Hamid Muhammad al-ghazali (1059-1111 M) berjudul Ihya' 'Ulum al-Din, dan juga bukunya Al-Munqidz min al-Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan) yang sebenarnya, kaya akan muatan permasalahan yang berkaitan dengan materi kajian psikologi agama. Diperkirakan masih banyak tulisan-tulisan ilmuwan Muslim yang berisi kajian mengenai permasalah serupa, namun sayangnya karya-karya tersebut tidak dapat dikembangkan menjadi disiplin ilmu tersendiri, yaitu psikologi agama seperti halnya yang dilakukan oleh kalangan ilmuwan Barat. Karya penulis Musli pada zaman modern, seperti bukunya Al-Maghary yang berjudul Tatawwur al-Syu'ur al-Diny 'Inda Tifl wa al-Murahid (Perkembangan Rasa Keagamaan pada Anak dan Remaja), bagaimanapun dapat disejajarkan dengan karya-karya yang dihasilkan oleh ahli-ahli psikologi agama lainnya. Karya lain yang lebih khusus mengenai Psikologi agama adalah Ruh al-Din al-Islamy (Jiwa Agama Islam) karangan Alif Abd Al-Fatah, tahun 1956.

3. Perkembangan di Indonesia

Adapun ditanah air perkembangan psikologi agama dipelopori oleh tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang profesi ilmuwan, agamawan, dan bidang kedokteran. di antara karya-karya awal yang berkaitan dengan psikologi agama adalah buku Agama dan Kesehatan Badan/Jiwa (1965), tulisan Prof. dr. H. Aulia. Kemudian Tahun 1975, K.H. S.S. Djam’an menulis buku Islam dan Psikosomatik. Dr. Nici Syukur Lister, menulis buku Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar Psikologi Agama.

Adapun pengenalan psikologi agama di lingkungan perguruan tinggi dilakukan oleh Prof. Dr. H. A Mukti Ali dan Prof. Dr. Hj. Zakiah Darajat. Buku-buku yang khusus mengenai psikologi agama banyak dihasilkan oleh Prof. Dr. Zakiah Darajat, antara lain: Ilmu Jiwa Agama (1970), Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (1970), dan Kesehatan Mental. Prof. Dr. Hasan Langgulung juga menulis buku Teori-teori Kesehatan Mental yang juga ikut memperkaya khazanah bagi perkembangan psikologi agama di Indonesia.

Sejak menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, perkembangan psikologi agama dinilai cukup pesat, dibandingkan usianya yang masih tergolong muda. Perkembangan psikologi agama yang cukup pesat ini antara lain ditandai dengan diterbitnya berbagai karya tulis, baik buku maupun artikel dan jurnal yang memuat kajian tentang bagaimana agama dalam kehidupan manusia.

E. Teori Ilmu Jiwa Agama

1. Teori Monistik (Mono = Satu)

Teori ini berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama yang paling dominan adalah Satu (1). Akan tetapi, sumber tunggal manakah yang paling dominan. Timbul beberapa pendapat dari para ahli :

    a. Thomas van Aquino

Thomas mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah pikiran. manusia ber-Tuhan karena manusia menggunkan kemampuan pikirannya.

    b. Fredrick Hegel

Filosof Jerman ini berpendapat agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. berdasarkan hal itu, agama semata-mata merupakan hal-hal atau persolan yang berhubungan dengan pikiran.

    c. Sigmund Freud

Pendapat S. Freud unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama ialah libido sexuil (naluri seks).

    d. Rusolf Otto

Menurut pendapatnya sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari the wholly other (yang sama sekali lain).

2. Teori Fakulti (Faculty Theory)

Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri dari beberapa unsur, antara lain yang dianggap memang berperan penting adalah :

    a. Cipta (Reason)

Merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Ilmu Kalam (Teologi) adalah cerminan adanya pengaruh fungsi intelektual ini. Melalui cipta, orang dapat menilai, membandingkan, dan memutuskan sesuatu tindakan terhadap stimulus tertentu.

    b. Rasa (Emotion)

Yang menjadi objek penyelidikan sekarang pada dasarnya adalah bukan anggapan bahwa pengalaman keagamaan seseorang itu dipengaruhi oleh Emosi, melainkan sampai berapa jauhkah peran Emosi itu dalam Agama.

    c. Karya (Will)

Will berfungsi mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan.

Pemuka Teori Fakulti adalah G. M. Straton, Prof. Dr. Zakiah Darajat, dan W.H Thomas.


Semoga saja kita lebih beriman dan taat dalam menjalankan Ibadah kepada Tuhan, Aamiin. Terima Kasih dan,

Wassalamu‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Om Shanti Shanti Shanti Om, Namo Buddhaya.
Semoga Tuhan memberkati.

Ads