Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Materi Singkat Teori Sistem Perkotaan

Assalammu‘alaikum wr. wb.

Hello guys, Kembali lagi bersama Inzaghi's Blog! Pastinya ada beberapa Kampus/Universitas memiliki Mata Kuliah Teori Sistem Perkotaan termasuk di Kampus saya sendiri. Memang Matkul ini lebih cocok untuk Jurusan Perencana Wilayah Kota (PWK) atau Pranologi. Mari kita simak dan pelajari bersama-sama.



Setiap kota yang dibangun dari nol, pasti memiliki struktur tata kota. Seluruh kota di dunia bermula dari Kota Kecil, bahkan Desa, sebelum akhirnya menjadi Kota Besar. Kota berkembang mengikuti jumlah dan aktivitas manusia. Bentuk pertumbuhan tiap kota berbeda.


TEORI STRUKTUR SISTEM PERKOTAAN

Sumber Artikel : Kompas.com

Ada 7 (Tujuh) konsep klasik yang digunakan untuk menjelaskan pola keruangan kota. Beberapa Teori itu yakni :
  1. Teori Konsentris (Concenrtric Zones Theory)
  2. Teori Sektoral (Sectors Theory)
  3. Teori Inti Ganda (Multiple Nuclei Theory)
  4. Teori Ketinggian Bangunan (Building Height Theory)
  5. Teori Konsektoral (Consectoral Theory)
  6. Teori Historis (Historical Theory)
  7. Teori Poros (Shaft Theory)
Berikut, inilah Penjelasannya.

1. Teori Konsentris (Concenrtric Zones Theory)


Menurut Ernest W Burgess dalam Introduction to the Science of Sociology (1921), manusia punya kecenderungan alamiah untuk berada sedekat mungkin dengan pusat kota. Untuk mewujudkan itu, dikembangkan kota berbentuk konsentrik dengan pusat kota sebagai intinya.

Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. 

DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (Warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (Storage Buildings).

Teorinya ini berdasarkan hasil pengamatannya terhadap kota Chicago tahun 1923. Berdasarkan teori Burgess, kota dibagi menjadi 6 (Enam) Zona yakni :
  1. Zona Pusat Daerah Kegiatan (Central Business District), yang merupakan Pusat Pertokoan Besar, Gedung Perkantoran yang Bertingkat, Bank, Museum, Hotel, Restoran dan sebagainya.
  2. Zona Peralihan atau Zona Transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun Sosial Ekonomi. Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
  3. Zona Permukiman Kelas Proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's homes.
  4. Zona Permukiman Kelas Menengah (Residential Zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
  5. Wilayah Tempat Tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
  6. Zona Penglaju (Commuters), merupakan daerah yang yang memasuki Daerah Belakang (Hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.

2. Teori Sektoral (Sectors Theory)


Teori ini dicetuskan oleh Hommer Hoyt dan dimuat dalam The Structure and Growth of Residential Neighborhoods in American Cities (1939). Model pengembangan kota ini ditemukannya di Calgary, Kanada.

Dalam teori sektoral, zona yang ada di kota terbagi-bagi seperti bentuk Pita. Orang cenderung membangun aktivitas sedekat mungkin dengan jalur jalan utama. Dengan meningkatnya sistem jaringan jalan dan lalu lintas, maka aktivitas akan meningkat juga.

Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
  1. Sektor pusat kegiatan Bisnis yang terdiri atas Bangunan-bangunan Kantor, Hotel, Bank, Bioskop, Pasar, dan Pusat Perbelanjaan.
  2. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
  3. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
  4. Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
  5. Sektor permukiman Adi Wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
Lahan terbagi berdasarkan perbedan sektor sesuai dengan pengembangan daerah baru. Pembagian Zona-nya yakni :
  • Zona 1 : PDK (CBD)
  • Zona 2 : Zona Tempat Grosir dan Manufaktur
  • Zona 3 : Zona Permukiman Kelas Rendah
  • Zona 4 : Zona Permukiman Kelas Menengah
  • Zona 5 : Zona Permukiman Kelas Tinggi

3. Teori Inti Ganda (Multiple Nuclei Theory)

Teori inti ganda dicetuskan oleh CD Harris dan FL Ullman dan diterbitkan menjadi jurnal berjudul The Nature of Cities (1945). Menurut mereka, satu kota tidak hanya terdapat satu CBD saja, tetapi bisa beberapa CBD.

Teori ini bisa kita lihat di kota-kota megapolis seperti Jakarta. CBD tidak hanya di Sudirman, namun juga di Thamrin dan Kuningan. Menurut teori inti ganda, pertumbuhan kota satelit terjadi bila besaran kota telah mencapai ukuran tertentu. Kota Satelit akan tumbuh setelah kota utama (metropolitan) sudah sulit dikembangkan lagi.

Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
  1. Pusat kota atau Central Business District (CBD).
  2. Kawasan niaga dan industri ringan.
  3. Kawasan Murbawisma atau permukiman kaum buruh.
  4. Kawasan Madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
  5. Kawasan Adiwisma atau permukiman kaum kaya.
  6. Pusat industri berat.
  7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
  8. Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
  9. Upakota (sub-urban) kawasan industri
Secara Sosial Ekonomi, kota satelit akan masih bergantung kepada kota induknya. Seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, warganya banyak beraktivitas di DKI.

Begitu pula pemerintahnya yang masih mengandalkan dana bantuan dari DKI Jakarta. Kota-kota penyangga itu terus berkembang seiring dengan terbatasnya ruang di Jakarta.

Pembagian Zona berdsasarkan Teori Inti Ganda yakni :
  • Zona 1 : Zona PDK (CBD)
  • Zona 2 : Zona Grosir dan manufaktur
  • Zona 3 : Zona Permukiman kelas Rendah
  • Zona 4 : Zona Permukiman kelas Menengah
  • Zona 5 : Zona Permukiman kelas Tinggi
  • Zona 6 : Zona daerah manufaktur berat
  • Zona 7 : Zona daerah luar PDK
  • Zona 8 : Zona daerah permukiman sub urban
  • Zona 9 : Zona daerah industri sub urban

4. Teori Ketinggian Bangunan

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.

5. Teori Konsektoral

Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.

6. Teori Historis (Historical Theory)

DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.

7. Teori Poros (Shaft Theory)

Menitikberatkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota. Asumsinya adalah mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai Intensitas yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya.Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam Sistem Transportasi yang ada. Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat.


POLA DAN TAHAP PERKEMBANGAN KOTA

Sumber Artikel : Kompas.com

Ada Ribuan Kota di dunia. Antara kota yang satu dengan yang lain, tidak ada yang sama.

Kota bisa dibedakan berdasarkan :
  1. Sejarah pertumbuhannya
  2. Jumlah penduduknya
  3. Tahap perkembangannya
Berikut penjelasannya seperti dirangkum dari berbagai sumber.

A. Klasifikasi Kota berdasarkan Sejarah Pertumbuhannya

Sebelum menjadi modern, kota tadinya adalah desa atau kawasan dengan fungsi tertentu. Berikut klasifikasi kota berdasarkan sejarah awal perkembangannya :

1. Kota dari Pusat Perkebunan

Suatu wilayah dijadikan perkebunan karena tanah dan iklimnya yang cocok. Perkebunan yang luas menarik banyak tenaga kerja. Lambat laun, para petani akan bermukim di sana.

Seiring dengan bertambahnya penduduk, wilayah perkebunan itu akan menjadi kota. Contohnya di Abad ke-19, Belanda membuka perkebunan kopi di Sukabumi, Bogor, Mandailing, dan Sidikalang.

2. Kota dari Pusat Pertambangan

Penemuan isi perut bumi mendatangkan banyak buruh tambang. Daerah tambang lambat laun menjadi perkotaan. Di Indoensia contohnya Plaju, Dumai, Tarakan, Tanjung Enim, Bukit Asam, Wonokromo, dan Cepu.

3. Kota dari Pusat Industri dan perdagangan

Kota bekas pusat industri atau perdagangan, biasanya terletak di dekat sungai atau laut. Sebab di zaman dahulu, perdagangan dilakukan lewat laut dan berpusat di pelabuhan.

Seiring dengan berubahnya aktivitas perekonomian, pelabuhan, pabrik, dan pergudangan berubah menjadi kota. Contohnya bisa kita lihat di Jakarta, Surabaya, Gresik, Palembang, dan Samarinda.

4. Kota dari Pusat Pemerintahan

Sebelum dipadati penduduk dan berbagai macam bangunan, ada wilayah yang dijadikan pusat kerajaan atau pusat administrasi.

Contohnya Jakarta yang jadi markas VOC dan Yogyakarta yang jadi pusat keraton. Begitu juga Desa Trowulan pusat kerajaan Majapahit yang kini menjadi Mojokerto.


Sebuah Wilayah pedesaan dapat berkembang menjadi wilayah kota karena perkembangan fungsi dan manfaat kota tersebut bagi wilayah di sekitarnya. Perkembangan kota menurut asalnya dapat dibagi menjadi :
  1. Kota pusat perdagangan. Contoh : Makassar, Surabaya, dan Batam.
  2. Kota pusat perkebunan. Contoh : Bogor dan Malang.
  3. Kota pusat pemerintahan. Contoh : Jakarta.
  4. Kota pusat pendidikan. Contoh : Yogyakarta.
  5. Kota pusat kebudayaan. Contoh : Yogyakarta, Surakarta, dan kota-kota kecil di Bali.

B. Klasifikasi Kota berdasarkan Jumlah Penduduknya

Planolog asal Yunani, Konstantinos Apostolos Doxiadis, membagi kota berdasarkan jumlah penduduknya. Pembagian ini dimuat dalam bukunya berjudul Ekistics (1968). Berikut pembagiannya :
  1. Kota Kecil : penduduk antara 20.000 - 100.000 Jiwa
  2. Kota Besar : penduduk antara 100.000 - 1.000.000 Jiwa
  3. Kota Metropolitan : penduduk lebih dri 1.000.000 Jiwa
  4. Kota Megalopolis : penduduk lebih dari 10.000.000 Jiwa
  5. Kota Ekumenopolis : penduduk lebih dari 1.000.000.000 Jiwa

C. Klasifikasi Kota berdasarkan Tahap Perkembangannya

Sebuah wilayah desa juga dapat berkembang menjadi wilayah perkotaan menurut perkembangan tingkat besar-kecilnya wilayah, perilaku warga, dan hal-hal lain yang mendukung terbentuknya pola keruangan masyarakat kota. Berdasarkan tahapan perkembangannya, para ilmuwan membagi kota menjadi beberapa Tahap :
  • Eupolis. Masyarakat masih tersusun dan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil serta berbaur dengan kehidupan masyarakat agraris.
  • Polis. Wilayah sudah mulai berkembang namun penduduknya masih hidup dalam keluarga kecil dan saling melakukan kontrol sosial antar anggota masyarakat.
  • Metropolis. Kota metropolis ditandai dengan berkurangnya organisasi sosial, tanda-tanda fisik dapat dilihat berupa bentang alam dan daerah industri, serta semakin tinggi sikapnya individualisme dan persaingan ekonomi. Contoh kota metropolis adalah Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan.
  • Megapolis. Kota megapolis ditandai dengan semakin meluasnya aturan-aturan birokrasi sehingga menyebabkan seseorang kesulitan dalam menerima pelayanan publik. Ciri lain kota metropolis adalah pemusatan kekuasaan berada pada kekuatan kelompok dan semakin berubah-ubahnya peran sosial individu. Kota megapolis saat ini berkembang di kota-kota besar di Amerika Serikat. Contoh kota megapolis adalah Boston.
  • Tiranopolis. Kota tiranopolis ditandai dengan adanya kekuatan massa dalam kehidupan sosial masyarakat, kehidupan diwarnai dengan aksi demonstrasi, dan kota tersebut bersifat parasit, artinya untuk mencukupi kebutuhan hidup warganya tergantung kepada kota lain. Dalam prakteknya, Kota Tiranopolis belum bisa kita jumpai dan sebatas hipotesa ilmiah.
  • Netropolis. Netropolis merupakan perkembangan dari kota tiranopolis. Kota netropolis dtandai dengan terjadinya bahaya perang dan terjadi kelaparan warga. Sama dengan Tiranopolis, kota netropolis saat ini belum bisa kita jumpai dan baru sebatas hipotesis para ilmuwan.


UNSUR-UNSUR DAN POTENSI KOTA

Sumber Artikel : Siswapedia.com

A. Unsur-unsur Kota

Unsur-unsur Kota antara lain :
  • Unsur-unsur Fisik yang meliputi Kesuburan Tanah, Iklim, Cuaca dll.
  • Unsur Sosial yaitu merupakan hubungan yang menimbulkan keserasaian dan ketenangan antar penduduk.
  • Unsur Ekonomi yang meliputi semua Fasilitas atau sarana yang mendukung kegiatan Ekonomi, misalnya Pasar, Toko dll.
  • Unsur Budaya yaitu Budaya atau Seni yang bisa membawa corak di kehidupan masyarakat kota, misalnya gaya hidup dll.

B. Potensi Kota

Sama seperti halnya desa, kota juga memiliki suatu potensi yakni :
  • Potensi Sosial seperti adanya Organisasi, Lembaga Swadaya Masyarakat dll.
  • Potensi Ekonomi misalnya Bank, Pasar, Swalayan, Toko dll.
  • Potensi Politik yakni adanya Aparatur di pemerintahan yang tugasnya mengatur kehidupan masyarakat.
  • Potensi Budaya yakni unsur Seni atau Budaya yang bisa menyemarakkan Kota, misalnya Karnaval, Pentas Seni, Pendidikan dll.

Pada dasarnya Kegiatan Ekonomi di daerah perkotaan terdiri dari 2 (Dua) Hal yaitu :
  • Kegiatan Ekonomi Dasar (Basic Activities) meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk kebutuhan luar kota. Nah barang dan jasa ini berasal dari hasil produksi, rekreasi dll.
  • Kegiatan Ekonomi Bukan Dasar (Non-Basic Activities) meliputi produksi dan distribusi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan kota itu sendiri.

Kegiatan Ekonomi bagi sebuah kota sangatlah penting, bukan hanya sekedar unt uk mempertahankan hidup saja melainkan juga agar sebuah kota bisa berkembang. Jenis-jenis kegiatan di kota dalam pengelompokannya atau persebarannya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan Ruang, Jenis Kebutuhan, Kemampuan Teknologi, Perancanaan Kota dan Faktor Geografi Kota.

Terima Kasih 😄😘👌👍 :)

Wassalammu‘alaikum wr. wb.

Ads