Inilah Serba-serbi tentang Virus Corona (Gejala Baru, Mutasi Virus, Jenis-jenis Tes, hingga Pengembangan Obat dan Vaksin)! [PART 2]
Assalammu‘alaikum Wr. Wb.
Halo semuanya! Sudah 5 Bulan lamanya Virus Corona ini telah melanda Dunia kita ini. Sekarang, hanya tinggal di Rumah saja dan tidak terlalu berani untuk keluar Rumah. Semua Kegiatan seperti Acara, dan Event-event banyak tertunda karena Wabah ini, dan juga telah banyak Acara-acara yang dialihkan secara Online. Sekolah-sekolah pada ditutup dan Murid-muridnya pada melaksanakan Pembelajaran secara Online. Semua ini karena Virus Corona yang semakin mewabah dan mendunia.
Kini, Kasus COVID-19 di Dunia telah mencapai hampir 9 Juta Orang terinfeksi, dan di Indonesia sudah lebih dari 45.000 Orang telah terpapar oleh Virus Corona. Dengan Angka Kematian di Seluruh Dunia telah mencapai lebih dari 460.000 Orang dan di Indonesia telah mencapai lebih dari 2400 Orang (Update Tanggal 21 Juni 2020 / 29 Syawal 1441 H).
Kali ini saya akan memnbahas tentang Serba-serbi Virus Corona di Part 2 yang sebelumnya telah dibahas di Part 1.
Berikut, inilah Serba-serbi tentang Virus Corona (Gejala Baru, Mutasi Virus, Jenis-jenis Tes, hingga Pengembangan Obat dan Vaksin) yang akan saya bahas kali ini.
TENTANG VIRUS CORONA (Perbedaan SARS-CoV-2 dengan COVID-19)
Sumber Artikel : Kompas.com
Beberapa Bulan yang lalu, Dunia Ilmiah menamai Virus Corona Wuhan yang sebelumnya hanya disebut 2019-nCoV sebagai SARS-CoV-2. Nama tersebut diberikan oleh Coronavirus Study Group (CSG) dari Komite Internasional untuk Taksonomi Virus atau International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV). Dalam laporan yang dimuat di bioRxiv, CSG memutuskan nama SARS-CoV-2 untuk Virus yang sedang mewabah karena Virus ini ditemukan sebagai Varian dari Virus Corona yang menyebabkan Wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada Tahun 2002-2003.
Alhasil, Virus yang sedang mewabah ini diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome-Related Coronavirus 2 atau SARS-CoV-2. Hal ini mungkin membuat bingung banyak orang akan bedanya Virus Corona, SARS-CoV-2 dan COVID-19.
Dijelaskan dalam Situs Resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), COVID-19 atau Coronavirus Disease adalah Nama Penyakit yang sedang mewabah saat ini. Sementara itu, SARS-COV-2 adalah Nama Virus yang menyebabkan COVID-19.
Kemudian, Virus Corona atau Coronavirus adalah kelompok Virus yang menyebabkan berbagai Penyakit, mulai dari Batuk, Pilek biasa hingga SARS dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV). Untuk Strain baru yang belum pernah diidentifikasikan sebelumnya pada Manusia, diberikan istilah Novel Coronavirus (nCoV) seperti nama lama SARS-CoV-2 yaitu 2019-nCoV.
Mengapa Virus dan Penyakit punya nama yang berbeda?
WHO menjelaskan bahwa Virus memang sering kali memiliki nama yang berbeda dengan Penyakit yang disebabkan. Sebagai contoh, HIV adalah Nama Virus yang menyebabkan Penyakit AIDS. Virus diberi nama berdasarkan struktur genetikanya untuk memfasilitasi perkembangan Tes Diagnostik, Vaksin dan Pengobatan.
Orang-orang yang bertanggung jawab untuk mengerjakan hal-hal ini adalah Virologis sehingga penamaan Virus diserahkan kepada Komite Internasional untuk Taksonomi Virus atau International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV).
Sementara itu, penyakit diberi nama untuk mempermudah diskusi Pencegahan Penyakit, Penyebarannya, Keparahannya dan Penanganannya. Hal ini menjadi tanggung jawab WHO sehingga pemberian Nama Penyakit dilakukan oleh WHO dalam International Classification of Diseases (ICD).
GEJALA BARU VIRUS CORONA
Untuk memutus rantai penyebaran Virus Corona COVID-19, kita perlu melakukan pencegahan seperti Cuci Tangan dengan Air dan Sabun, tidak menyentuh Wajah, menggunakan Masker jika Sakit hingga mengetahui Gejala-gejalanya.
Akan tetapi, menurut Penelitian, adapun Gejala Baru Virus Corona yang dialami oleh beberapa Pasien yaitu :
1. Kulit Merah dan Gatal-gatal
Sumber : Kompas.com
Ahli Perancis baru-baru ini mengatakan bahwa Virus Corona SARS-CoV-2 dapat menyebabkan Gejala Dermatologis, seperti Pseudo-frostbite (Radang Dingin Semu), kulit kemerahan yang kadang Menyakitkan, dan Gatal-gatal.
Menurut Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Penyakit Kelamin Perancis (SNDV), Gejala Dermatologis itu memengaruhi tubuh di luar Sistem Pernapasan dan kemungkinan terkait dengan Infeksi Virus Corona baru penyebab COVID-19. Banyaknya pasien COVID-19 yang melaporkan Gejala di atas semakin menguatkan bahwa hal ini berhubungan dengan Infeksi Virus Corona. "Gejala Dermatologis dapat muncul tanpa disertai Gejala Pernapasan," ungkap SNDV dalam siaran persnya, seperti dilansir dari The Jerusalem Post, Minggu (12/4/2020M | 18/8/1441H).
Sekitar 400 Pakar Kulit di Perancis telah mendiskusikan Gejala baru ini melalui Grup WhatsApp khusus. Mereka menyoroti Lesi Kulit yang mungkin terkait dengan tanda COVID-19 lainnya, seperti masalah pernapasan. Untuk diketahui, Lesi Kulit adalah jaringan kulit yang tumbuh Abnormal, baik di permukaan maupun di bawah permukaan kulit.
Dari diskusi itu diketahui bahwa tidak semua Pasien COVID-19 mengalami Komplikasi dan banyak juga yang tidak mengalami gangguan pernapasan sama sekali, sementara sistem kekebalan tubuh melawan Virus. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pasien COVID-19 yang tidak merasakan gejala apa pun masih dapat menginfeksi orang lain.
Oleh sebab itu, di Rumah saja adalah cara tepat untuk memutus Mata Rantai penyebaran Virus Corona baru. "Analisis dari banyak kasus yang dilaporkan ke SNDV menunjukkan bahwa Manifestasi Kulit ini dapat dikaitkan dengan COVID-19. Kami memperingatkan masyarakat dan tenaga medis untuk mendeteksi pasien yang berpotensi menularkan virus secepat mungkin," kata SNDV dalam siaran pers yang dilansir dari New York Times.
2. Sulit Berbicara hingga Halusinasi
Sumber : Kompas.com
Para Pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan mengenai Gejala Baru Virus Corona yang muncul yakni Kesulitan Berbicara dan Halusinasi. Sebelumnya, Gejala-gejala umum yang muncul pada orang yang terinfeksi Virus Corona yakni Demam, Sesak Napas, Batuk, Flu, dan dapat juga tidak tampak Gejala.
Dilansir dari Metro Senin (18/5/2020M | 25/9/1441H), saat ini WHO telah menyatakan bahwa Kesulitan Berbicara dan Kurangnya Gerakan juga dapat menjadi Gejala Virus Corona. "Sebagian besar orang yang terinfeksi Virus COVID-19 akan mengalami Penyakit Pernapasan Ringan hingga Sedang dan Sembuh tanpa memerlukan Perawatan khusus," ujar pakar WHO.
a.) Kesulitan Berbicara
Sementara itu, WHO juga menjelaskan bahwa Gejala Serius dari terinfeksi oleh Virus Corona yakni Kesulitan Bernapas atau Sesak Napas, Nyeri atau Tekanan di Dada, dan Kehilangan Kemampuan Berbicara atau Bergerak. Para Ilmuwan telah memperingatkan bahwa Kesulitan dalam Berbicara juga bisa menjadi tanda Dampak Virus Corona dan pada Kesehatan Mental.
Peneliti di Orygen dan La Trobe University di Melbourne melaporkan, beberapa Pasien telah mengalami Episode Psikotik sebagai akibat dari Virus Corona. Dr Ellie Brown, Penulis Utama di Studi ini, menggambarkan bahwa COVID-19 sebagai pengalaman yang membuat Stres bagi semua Orang, terutama mereka yang memiliki Kebutuhan Kompleks.
Menurutnya, menghabiskan waktu yang lama dalam Isolasi atau tanpa kontak keluarga dapat memicu Tekanan Psikososial yang substansial, yang menyebabkan Episode Psikosis. Pasien juga dapat mengalami gejala seperti Halusinasi, Pikiran yang Terganggu, atau Mendengar Suara.
Profesor Richard Gray, peneliti lainnya mengatakan mereka yang mengalami Psikosis membutuhkan lebih banyak bantuan dalam menangani Pandemi. "Ini adalah kelompok yang mungkin akan membutuhkan lebih banyak dukungan, dengan Isolasi, Jarak Fisik, Mencuci Tangan, dan lainnya. Dokter mungkin adalah orang-orang yang perlu berpikir dan bekerja pada hal penanganan Pandemi untuk membantu Populasi yang rentan ini," ujar Richard.
b.) Halusinasi
Di sisi lain, para Peneliti juga melaporkan ada sejumlah Pasien yang mengalami Gejala Neurologis. Dikutip dari The Conversation Jumat (24/4/2020M | 1/9/1441H), beberapa Penelitian melaporkan bahwa lebih dari Sepertiga (⅓) Pasien menunjukkan Gejala Neurologis.
Dalam sebagian besar kasus, COVID-19 adalah Infeksi Pernapasan yang menyebabkan Demam, Sakit, Kelelahan, Sakit Tenggorokan, Batuk dan, dalam kasus yang lebih Parah, Sesak Napas dan Gangguan Pernapasan.
Namun, kini tampaknya adanya gejala neurologis akan masuk dalam daftar baru Gejala Virus Corona lainnya. Beberapa Penelitian terbaru telah mengidentifikasi adanya Gejala Neurologis pada Kasus COVID-19.
Mereka membahas mengenai Gejala diamati pada Individu. Beberapa laporan menggambarkan Pasien COVID-19 yang menderita Sindrom Guillain-Barré. Sindrom Guillain-Barré adalah Gangguan Neurologis di mana Sistem Kekebalan Tubuh merespons Infeksi dan akhirnya menyerang Sel-sel Saraf yang salah, mengakibatkan Kelemahan Otot dan akhirnya Lumpuh.
Studi Kasus lain telah menggambarkan ensefalitis COVID-19 yang Parah (Peradangan dan Pembengkakan Otak) dan Stroke pada orang muda yang sehat dengan Gejala COVID-19 yang Ringan.
Sementara itu, China dan Perancis juga telah menyelidiki Prevalensi Gangguan Neurologis pada Pasien COVID-19. Penelitian ini menunjukkan, sebanyak 36% Pasien memiliki Gejala Neurologis.
Banyak dari Gejala ini ringan dan termasuk hal-hal seperti Sakit Kepala atau Pusing yang dapat disebabkan oleh Respons Imun yang Kuat. Gejala lain yang lebih Spesifik dan Parah juga terlihat dan termasuk Hilangnya Bau atau Rasa, Kelemahan Otot, Stroke, Kejang-kejang dan Halusinasi.
Gejala-gejala ini terlihat lebih sering pada Kasus Virus Corona yang parah, dengan perkiraan mulai dari 46% hingga 84% dari Kasus yang Parah menunjukkan Gejala Neurologis.
MUTASI VIRUS CORONA
Hanya Ilustrasi saja |
Sumber Artikel : Kompas.com
(Artikel Lainnya yang Serupa : PikiranRakyat.com)
Virus Corona baru yang Pertama kali Merebak pada Akhir Tahun 2019 lalu terus mengalami Mutasi. Bahkan, Mutasi Virus Penyebab Pandemi COVID-19 ini terus beragam di sejumlah negara yang terinfeksi.
Baru-baru ini, para peneliti di Florida meyakini bahwa Virus Corona baru ini telah bermutasi dengan cara yang membuatnya semakin mudah dalam menginfeksi Sel Tubuh Manusia.
Kendati demikian, temuan ini masih perlu diperkuat dengan lebih banyak Penelitian untuk menunjukkan apakah Perubahan itu mengubah jalannya Pandemi, seperti dilansir dari CNN, Sabtu (13/6/2020M | 21/10/1441H).
Perubahan dari Mutasi Virus Corona baru ini, kata mereka, kemungkinan dapat menjelaskan mengapa Virus semakin menyebabkan begitu banyak Infeksi di Benua Amerika.
Ini adalah bentuk Mutasi yang telah dikhawatirkan para Ilmuwan selama berminggu-minggu sejak COVID-19 mewabah di seluruh penjuru Negara Bagian di Amerika Serikat hingga Amerika Latin.
WHO klaim bawa Mutasi tidak mempengaruhi pembuatan Vaksin
Hanya Ilustrasi saja |
Para Peneliti di Scripps Research Institute di Florida mengatakan Mutasi Virus ini memengaruhi Protein Spike atau Protein Penancap dari SARS-CoV-2. Protein Spike pada Virus merupakan Struktur yang digunakan oleh Virus untuk masuk ke dalam Sel Tubuh Inangnya.
Jika temuan ini dikonfirmasi, maka Penelitian tersebut menjadi Kali Pertamanya bagi sejumlah Tim Peneliti dalam menunjukkan Perubahan yang terlihat pada Virus yang memiliki arti penting untuk Pandemi ini. "Virus dengan Mutasi ini jauh lebih Menular daripada Virus yang tidak memiliki Mutasi dalam Sistem Kultur sel yang kami gunakan," kata Ahli Virologi Scripps Research Virologist Hyeryun Choe, yang membantu penelitian ini.
Baru Pekan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan mutasi Virus Corona baru yang terlihat sejauh ini tidak memengaruhi Kemanjuran Vaksin yang sedang dikembangkan. Pekan lalu, WHO juga mengatakan bahwa Mutasi tidak membuat Virus ini lebih menular, serta tidak membuat Birus lebih mungkin menyebabkan Penyakit Serius.
[Untuk membaca selengkapnya, silahkan bacalah di sini]
Jenis-jenis Mutasi Virus Corona
Sumber Artikel : Palu.Tribunnews.com
Infografis Pertama menunjukkan hasil penelitian dari Amerika Serikat, Jillian Carmichael, seorang peneliti Pascadoktoral Fakultas Kedokteran Mount Sinai. Jillian memastikan, ketika Virus memperbanyak diri atau bereplikasi, pada dasarnya ia harus membuat salinan DNA atau yang juga disebut RNA. RNA inilah yang membentuk Virus yang mengkode Informasi Genetiknya.
Menurut Jillian, Virus dipastikan memiliki kemampuan untuk bermutasi, termasuk Virus Corona COVID-19. Jillian menyebutkan, ketika proses ini terkadang Virus membuat suatu Kesalahan (Error), sehingga hasil mutasinya tidak terlalu baik dan Identik dengan Spesies Mutasi sebelumnya.
Sementara itu, Penelitian di Inggris juga sudah menyebutkan hal yang sama. Menurut Peneliti UCL Genetics Institute di Inggris, Francois Balloux, semua Virus dapat Bermutasi secara Alamiah. Mutasi itu bukanlah hal yang Buruk.
Selain itu, tidak ada yang menunjukkan Virus SARS-CoV-2 bermutasi lebih Cepat atau lebih Lambat daripada yang diharapkan. Namun sejauh ini, para peneliti tidak dapat mengatakan apakah sifat mematikan dan Tingkat Penularan oleh Virus Corona COVID-19 menjadi lebih Tinggi atau Rendah. Penelitian ini diambil dari sekitar 750.000 Unit Sampel di UCL Genetics Institute.
Kemudian, tayangan ini menampilkan Tabel Mutasi Virus Corona COVID-19. Dari berbagai Negara yang telah melakukan Penelitian terkait dengan Mutasi dan Evolusi Virus Corona COVID-19, terdapat 3 Tipe Mutasi. Yaitu Tipe A, Tipe B, dan Tipe C.
1. Tipe A
Untuk Tipe A, ditemukan secara khusus di Yunan, China, pada November 2019, dan bahkan ada Indikasi di Tipe ini sudah ada lebih awal dari waktu tersebut. Namun, Fakta yang menunjukkan bahwa Tipe A ini justru jarang ditemukan di Wilayah lain di China.
Mutasi Virus Corona COVID-19 Tipe A juga ditemukan di Australia dan berbagai Negara Bagian di Amerika Serikat kecuali New York. Tipe A merupakan Tipe yang paling Awal, tetapi Menjangkiti sekitar Dua per Tiga (⅔) dari Kasus Positif Corona di Amerika Serikat. Sebagai Tipe paling Awal, Tipe A melompat dari Kelelawar (Inang) ke Manusia, sehingga disebut dengan Zoonosis.
2. Tipe B
Untuk Tipe B, ditemukan pada Akhir Desember 2019 di Wuhan, Provinsi Hubei, China yang menjadi Episenter / Episentrum Awal dari Penyebaran COVID-19. Kemudian, Virus Corona Tipe B berkembang ke Negara-negara Asia Timur lainnya, seperti Jepang dan Korea Selatan, hingga akhirnya ke Benua Eropa dan New York, Amerika Serikat. Hasil Mutasi Tipe B juga mudah Menginfeksi Kekebalan Tubuh.
3. Tipe C
Virus Corona Tipe C ditemukan di berbagai Negara dan Wilayah di Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, hingga Amerika. Seperti Singapura, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, Prancis, Italia, Swedia, Inggris, California AS, dan Brazil.
Definisi Evolusi dan Mutasi Virus
Evolusi adalah Perubahan pada sifat-sifat yang terwariskan pada suatu Populasi Organisme dari satu Generasi ke generasi berikutnya. Biasa disebabkan 3 (Tiga) Faktor, seperti Variasi, Reproduksi, dan Seleksi pada Virus. Sementara, Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan Genetik DNA maupun RNA, baik pada Taraf urutan Gen (Mutasi Ttik) maupun pada Taraf Kromosom.
Sifat Virus Corona setelah bermutasi menjadi 3 Tipe dan menyebar ke seluruh Dunia. Umumnya, Virus Corona berukuran sangat Kecil (dalam Nanometer), tetapi ada yang berukuran lebih Besar. Virus Corona juga tidak dapat hidup di luar Sel Inang dalam waktu yang lama. Artinya, Virus Corona bersifat Parasit.
Sebagai contoh, Virus SARS yang terjadi pada Tahun 2002 silam. Virus SARS berasal dari Virus Kelelawar, yang berpindah ke Musang, dan akhirnya ke Manusia. Sifat Parasit dan Zoonosis juga sama seperti Virus Corona baru COVID-19 (SARS-CoV-2) yang mewabah saat ini.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Li Lanjuan dari Zhejiang University China menunjukkan, mutasi Virus Corona COVID-19 bisa mencapai 33 Jenis. Secara rinci, dari 33 Jenis Mutasi Genetik tersebut, 19 di antaranya merupakan Jenis Mutasi baru.
Riset dilakukan dengan menganalisis Strain Virus yang diisolasi dari 11 Pasien COVID-19 yang dipilih secara acak dari Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Kemudian, diuji seberapa efisien Virus dapat Menginfeksi dan Membunuh Sel. Di Asia Timur, seperti China, Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, dan Makau, Mutasi Virus Corona baru ini berlangsung lebih lambat dibandingkan Virus yang ada di Eropa.
Lalu bagaimana dengan Virus Corona COVID-19 di Indonesia?
Menurut Wakil Kepala LBM Eijkman bidang Riset Fundamentalis, Dr. Herawati Sudoyo, MS, Ph.d, Mutasi Virus memang terjadi. Sehingga, ada beberapa Tipe Virus yang menyebar secara Geografis ke Seluruh Dunia.
Sementara itu, berbeda dari beberapa Negara Tetangga, Indonesia masih belum melaporkan hasil Penelitian kepada WHO. Kemudian, Indonesia juga belum memiliki Penelitian Resmi atau Konferensi Pers Resmi terkait dengan Virus Corona COVID-19 di Tanah Air. Karena Dua hal tersebut, masih belum diketahui secara pasti Tipe Virus Corona COVID-19 apa yang menjangkiti Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan Ketiga Tipe Mutasi Virus Corona COVID-19 tersebut terdapat di Tanah Air.
Untuk lebih jelasnya, silahkan lihatlah dari beberapa Video dari Youtube di bawah ini :
JENIS-JENIS TES COVID-19 (DI INDONESIA)
Sumber Artikel : Health.Detik.com
Pemerintah dalam waktu dekat akan menambah jenis tes pemeriksaan Virus Corona COVID-19 dengan Tes Cepat Molekuler (TCM). Jenis Tes ini biasa digunakan untuk Pasien Penyakit Tuberkolosis (TB). Tes ini untuk menambah pemeriksaan yang selama ini digunakan yakni, Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Rapid Test.
"Dalam waktu dekat untuk memanfaatkan Mesin Pemeriksanan TCM yang selama ini sudah tergelar di lebih dari 132 RS (Rumah Sakit). Kemudian di beberapa puskesmas yang terpilih. Untuk kita Konversi agar mampu melaksanakan pemeriksaan COVID-19 tentunya dengan mendatangkan Catridge yang disiapkan khusus untuk ini," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona (COVID-19) Achmad Yurianto dalam Konferensi Pers yang disiarkan BNPB, Rabu (1/4/2020M | 7/8/1441H).
Lalu apa perbedaan di antara Ketiganya?
1. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Jenis pemeriksaan ini menggunakan Sampel Usapan Lendir dari Hidung atau Tenggorokan. Lokasi ini dipilih karena menjadi tempat Virus bereplikasi. Virus yang aktif memiliki material Genetika yang bisa berupa DNA maupun RNA. Pada Virus Corona, material Genetiknya adalah RNA. Nah, RNA inilah yang diamplifikasi dengan RT-PCR sehingga bisa dideteksi.
Pemeriksaan PCR jelas membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan hasil karena hanya dapat dilakukan di Laboratorium yang sudah ditunjuk oleh Pemerintah.
2. Rapid Test
Berbeda dengan PCR, pemeriksaan Rapid Test ini menggunakan Sampel Darah. Seseorang yang terinfeksi akan membentuk Antibodi yang disebut dengan Immunoglobulin, yang bisa dideteksi di Darah. Immunoglobulin inilah yang dideteksi dengan Rapid Test.
Rapid Test bisa dilakukan di mana saja dan hanya membutuhkan Waktu sekitar 15-20 Menit untuk mendapatkan hasilnya dengan menggunakan Kit. Kelemahannya adalah bisa menghasilkan 'False Negative' yakni ketika Hasil Tes tampak Negatif meski sebenarnya Positif. Ini terjadi jika Rapid Test dilakukan kurang dari 7 Hari setelah Terinfeksi.
3. TCM (Tes Cepat Molekuler)
TCM sebelumnya dikenal untuk mendiagnosis Penyakit Tuberkulosis (TB) berdasarkan Pemeriksaan Molekuler. Pemeriksaan pada TCM ini menggunakan Dahak dengan Amplifikasi Asam Nukleat berbasis Cartridge. Tes ini akan mengidentifikasi RNA pada Virus Corona pada mesin yang menggunakan Cartridge khusus yang bisa mendeteksi Virus ini.
Hasil Tes TCM ini dapat diketahui dalam Waktu kurang dari 2 Jam, untuk menentukan Pasien Positif maupun Negatif. Saat ini Mesin Pemeriksaan Tes TCM ini sudah terdapat lebih dari 132 Rumah Sakit (RS) dan beberapa Puskesmas. Dan nantinya Tes Pemeriksaan ini tidak perlu melakukan Pemeriksaan Spesimen ke Laboratorium seperti PCR.
Untuk lebih jelasnya, silahkan Lihat pada Gambar di bawah berikut (Untuk Rapid Test) :
Atau Infografik yang ada di bawah Ini :
Sumber Infografik : Health.Detik.com |
Atau yang ini :
Sumber Infografik : Tempo.co |
Sumber Infografik : Katadata.co.id |
PENGEMBANGAN OBAT DAN VAKSIN VIRUS COVID-19
Jenis-jenis Obat Virus Corona
Sumber Artikel : Tirto.id
Ilmuwan di dunia berlomba mencari Obat Corona. Di antara mereka, ada pula dari Indonesia yang berusaha mengembangkan beberapa Obat yang dianggap Potensial. Sayangnya, hingga kini belum ada obat yang terbukti secara klinis mengobati Pasien Corona.
BPOM telah menetapkan 17 Jenis Obat sebagai Acuan dan Standar Tenaga Kesehatan dalam tata laksana atau terapi Pasien COVID-19. Menurut BPOM, ada enam antivirus SARS-CoV-2 dari daftar itu masih dalam Tahap Uji, yakni nomor 1 - 6.
Rincian ke-17 Obat tersebut adalah :
- Klorokuin Fosfat (Antivirus);
- Hidroksiklorokuin (Antivitus);
- Favipiravir (Antivirus);
- Lopinavir + Ritonavir (Antivirus);
- Oseltamivir (Antivirus);
- Remdesivir (Antivirus);
- Levofloksasin (Antibiotika);
- Meropenem (Antibiotika);
- Sefotaksim (Antibiotika);
- Azitromisin (Antibiotika);
- Midazolam (Obat Sistem Saraf Pusat-Golongan Benzodiazepin);
- Lansoprazole (Obat Tukak Lambung-Proton Pump Inhibitor);
- Loperamide Hidroklorida (Antidiare);
- Asetilsistein (Pengencer Dahak);
- Salbutamol (Agonis Adrenoseptor β-2 Selective);
- Asam Askorbat (Vitamin);
- α-Tokoferol Asetat (Vitamin).
Ada 5 (Lima) Formula Obat yakni :
- Lopinavir / Ritonavir dengan Azithromicyne;
- Lopinavir / Ritonavir dengan Doxycyline;
- Lopinavir / Ritonavir dengan Chlaritromycine; Hydroxycloroquine dengan Azithromicyne; dan
- Hydroxycloroquine dengan Doxycycline
Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Unair, dr Purwati mengatakan, kombinasi regimen obat itu punya potensi dan efektivitas untuk mematikan Virus. Untuk dosisnya, ia menyebut, masing-masing obat dalam kombinasi itu yakni 1/5 dan 1/3 lebih kecil dibandingkan dosis tunggalnya. Hal itu untuk mengurangi Efek Toksik bila digunakan sebagai Obat Tunggal.
Manfaat Minyak Kelapa & Madu
Upaya Penyembuhan Pasien Corona juga lewat Oobat Herbal. Di antaranya ada Minyak Kelapa dan Madu. Di dalam Minyak Kepala Murni (Virgin Coconut Oil / VCO) mengandung Lipid Asam Lemak Jenuh, berguna untuk meningkatkan Daya Imunitas Tubuh. Fungsinya mampu melawan Virus di dalam Tubuh. Senyawa Laurin dalam VCO menjadi Antivirus, termasuk untuk melawan dari Coronavirus.
Pakar menyarankan agar masyarakat mengonsumsi Minyak Kelapa untuk memperkuat Daya Imunitas Tubuh. Minyak Kepala bisa dibeli atau dibuat sendiri. Potensi Minyak Kelapa sangat besar di Indonesia. Di antaranya ada di Kalimantan Barat. Hanya saja, masyarakat masih menjual dalam bentuk Kepala Bulat dan Kopra. Olahan Minyak Kelapa masih terbatas. Menurut Pakar Kimia Agroindustri dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof Thamrin Usman, Lipid dari Minyak Kelapa dapat merusak hingga mematikan Membran Sel dari Virus Corona.
BREAKING NEWS!
Oh ia, belakangan kali ini sedang dihebohkan (Viral) dengan adanya Calon Obat COVID-19, yaitu Dexamethasone (Untuk membaca selengkapnya, silahkan Klik di sini). Dan sebelumnya juga ada Jamur yang dapat mengobati Pasien COVID-19, yaitu Jamur Cordyceps (Untuk membaca selengkapnya, silahkan Klik di sini)
Apa saja Pengembangan Vaksin COVID-19 di Seluruh Dunia?
Sumber Artikel : Kompas.com
Di tengah Pandemi COVID-19, Vaksin menjadi hal yang dinantikan oleh Masyarakat di Seluruh Dunia. Banyak peneliti dan perusahaan yang berusaha membuat dan mengembangkan Vaksin untuk COVID-19. Hingga saat ini, Millen Institute mencatat ada sekitar 133 Vaksin yang umumnya berada di Fase 1 dan 2 pengembangan Vaksin. Pakar Sains dari AIM Biologicals Groups, Dr Fadhil Ahsan menyebutkan dari Total 133 Calon Vaksin hanya ada 8 (Delapan) Perusahaan Bioteknologi Utama yang melewati Fase 1 dan 2, serta dianggap paling memungkinkan Perkembangannya sebagai Vaksin untuk COVID-19.
Namun, Fadhil juga mengingatkan bahwa setiap Perusahaan Bioteknologi menggunakan Jalur atau Kategori masing-masing dalam membuat Vaksin. Berikut 8 Perusahaan Bioteknologi terdepan yang sudah melewati Fase 1 dan 2, disertai dengan Kategori atau Jalur Pengembangan Vaksinnya.
1. Inactivated Virus
Fadhil menyebutkan bahwa Vaksin kategori ini merupakan yang paling konvensional dan metodenya sudah lama. Sangat umum, Saintis (Scientist) untuk membuat Vaksin cepat dengan cara melakukan Inaktivasi atau mematikan Virus tersebut. "Virus itu dimatikan, bisa dengan Formalin atau Betaprobiolakton," kata Fadhil dalam diskusi daring bertajuk "Riset dalam Menemukan Vaksin dan Obat Anti COVID-19", Jumat (15/5/2020M | 22/9/1441H). Hasil yang sudah dipublikasikan di Jurnal Sains terkait dengan Vaksin kategori ini untuk COVID-19 adalah SinoVac.
SinoVac ini menginduksi Sistem Imun atau Kekebalan Tubuh yang seimbang, seperti Limfosit T dan Limfosit B. Selain Antibodi yang menetralisir Virus spesifik terhadap Spike, Vaksin ini disebut mempunyai Sistem Memori Limfosit B yang baik. SinoVac menjadi salah satu yang terdepan untuk Jalur atau Kategori Vaksin Inaktivasi Vrus.
2. mRNA
Kategori atau Jalur Pembuatan Vaksin mRNA merupakan Platform baru. Metodenya adalah menggunakan Asam Nukleat yang membentuk Spike dan disuntikkan ke dalam Tubuh Pasien. Dalam Ilmu Biologi yang diakui oleh Fadhil, mRNA tidak begitu stabil. Untuk menstabilkan mRNA ini biasanya dilapisi ke dalam Lipid Nano Partikel.
Beberapa Perusahaan Bioteknologi yang mengembangkan mRNA antara lain Moderna, Arcturus, BioNTect dan CureVac. "Saat ini yang terdepan pengembangan Vaksin melalui jalur mRNA ini adalah Moderna," kata dia. Perusahaan Bioteknologi Moderna menjadi yang terdepan, karena pengembangannya sangat didorong oleh Pemerintah Amerika Serikat. Anthony Fauci selaku Pakar juga terlibat dalam produksinya.
3. Vektor Adenovirus
Oxford dan Cansino mengembangkan Vaksin dengan Jalur Vektor Adenovirus. Dalam prosesnya, Peneliti memakai Antigen Spike dari Virus SARS-CoV-2 yang dimasukkan ke dalam Vektor Adenovirus.
Oxford sudah berpengalaman dalam pengembangan Vaksin melalui jalur Vektor Adenovirus ini, dan untuk Vaksin COVID-19 saat ini sudah diujicobakan pada Monyet.
4. DNA Plasmid
Dikatakan oleh Fadhil, Perusahaan Bioteknologi Inovio mengatakan produksi Vaksin COVID-19 yang sedang mereka kembangkan akan memasuki Fase 3 pada Penghujung / Akhir Tahun 2020 ini. "Dari 8 (Delapan) Biotech ini, baru Moderna dan Inovio yang memang sangat ambisius atau sangat cepat targetnya," ujar dia.
Sejauh ini, kata dia, belum ada Vaksin dari Virus yang dilemahkan masuk ke Uji Klinis. Selain BioNTech dan CureVac di Jerman, DZIF juga mengembangkan Vaksin yang Dilemahkan (Attenuated) dan Vektor MVA-S. Namun, masih berada dalam Tahap Praklinis.
Untuk diketahui, Vaksin dari Virus yang Dilemahkan (Attenuated) ini berbeda dengan Vaksin dari Virus yang Dimatikan (Inactivated). Salah satu alasan yang membuat pengembangan beberapa Vaksin ini menjadi cepat adalah mereka bekerjasama dengan Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI).
Proses Pembuatan Vaksin Virus Corona COVID-19 (WHO : Perlu Waktu 1 Tahun dalam Proses Pembuatan Vaksin Corona)
Sumber Artikel : Tempo.co
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa perlu Waktu 1 (Satu) Tahun sebelum Vaksin untuk Virus Corona COVID-19 tersedia. Lembaga itu sendiri telah memulai 'Uji Solidaritas', yang artinya sejumlah negara datang bersama untuk menguji kombinasi Obat yang berbeda.
Michael Ryan, kepala Program Kesehatan Darurat WHO menerangkan, selain menunggu vaksin, orang perlu melanjutkan upaya mereka untuk menghentikan penyebaran. "Masalah dengan pengujian adalah kita perlu menemukan kasus yang dicurigai, kita perlu menemukan orang yang memiliki Virus dan kita perlu mengisolasi Pasien secepat mungkin," ujar dia kepada BBC.
Menurutnya langkah-langkah Jaga Jarak Fisik atau mengurangi Kegiatan Sosial (Social Distancing) bisa menjadi hal yang Efektif dalam Penyebarannya. "Tetapi yang benar-benar perlu kita fokuskan adalah menemukan mereka yang sakit, yang memiliki Virus dan mengisolasinya, menemukan kontak dan juga mengisolasi mereka," tutur Ryan.
Sejumlah uji coba vaksin sudah dimulai di berbagai belahan dunia, terutama di Cina dan Amerika Serikat. Satu Percobaan Vaksin Klinis sedang berlangsung di Amerika, tepatnya di Kaiser Permanente Washington Health Research Institute (KPWHRI) di Seattle.
Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS (NIAID) mendanai Penelitian itu dan akan mendaftarkan 45 Sukarelawan Dewasa sehat berusia 18 hingga 55 Tahun selama sekitar enam minggu.Peserta pertama telah menerima Vaksin investigasi pada Tanggal 16 Maret lalu. "Kami berbicara setidaknya setahun, tetapi itu tidak berarti bahwa kami tidak berdaya. Kita dapat melakukan banyak hal untuk menghentikan penyakit ini sekarang, dan kita dapat menyelamatkan banyak nyawa saat ini," kata Ryan.
Studi yang dilakukan Amerika adalah mengevaluasi dosis berbeda dari Vaksin eksperimental untuk Keamanan, dan Kemampuannya menginduksi respon imun pada partisipan. Namun ini adalah yang pertama dari beberapa langkah dalam Proses Uji Klinis. "Kami akan bekerja keras pada Vaksin, Vaksin akan datang, tapi kami harus turun dan melakukan apa yang perlu kami lakukan sekarang," kata Ryam.
Sementara Vaksin lain disebut mRNA-1273 dikembangkan di Perusahaan Bioteknologi Moderna di Massachusetts. Direktur NIAID Anthony Fauci mengatakan, menemukan Vaksin yang aman dan efektif untuk mencegah infeksi SARS-CoV-2 adalah Prioritas Kesehatan masyarakat yang mendesak.
"Studi fase satu ini, diluncurkan dalam Kecepatan Rekor, merupakan langkah pertama yang penting untuk mencapai tujuan itu," ujar Fauci. Sambil menambahkan, "saat ini, tidak ada Vaksin yang disetujui untuk mencegah dari Infeksi COVID-19."
3 Alasan mengapa Pembuatan Vaksin Corona membutuhkan Waktu yang Lama?
Sumber Artikel : Kompas.com
Umumnya, pengembangan vaksin membutuhkan 8 - 10 Tahun. Namun, bisakah Vaksin COVID-19 dibuat lebih cepat? Direktur Program Persatuan Penyakit Menular di University of Texas Southwestern Medical Center di Dallas, AS, James Cutrell mengatakan, setidaknya memang membutuhkan Waktu antara 12 - 18 Bulan secara realistis untuk membuat Vaksin, tetapi juga didasari dengan Optimistis. "Hal yang didasarkan pada Asumsi bahwa setiap Fase Uji Coba berjalan sesuai rencana dengan kerangka waktu yang optimistis pada setiap tahap tersebut," ujar Cutrell.
Berikut inilah 3 Alasan mengapa Pembuatan Vaksin COVID-19 membutuhkan waktu yang lama.
1. Mempelajari Virus dan menentukan Vaksin yang tepat
Seorang Profesor Teknik Kimia dan Biomolekuler di Universitas Delaware, AS, Kelvin Lee mengungkapkan, pihaknya sering menganggap Vaksin sebagai Perawatan untuk Penyakit, tetapi tindakan tersebut tidak persis seperti itu. Menurutnya, Vaksin diberikan kepada orang yang sehat agar tidak sakit. "Hal ini sangat berbeda dari mengembangkan obat-obat di mana seseorang sakit dan Anda berusaha untuk membuat pasien itu lebih baik. Dalam populasi yang sehat, Anda tidak ingin Vaksin memiliki konsekuensi negatif," ujar Lee.
Adapun Tahap-tahap yang dilakukan oleh para peneliti. Pertama, para Peneliti akan mempelajari Virus dan berusaha menentukan jenis Vaksin mana yang paling berhasil. Ada beberapa Jenis Vaksin, beberapa memiliki sedikit Virus hidup yang Lemah yang memicu Respons Kekebalan Protektif dalam tubuh Anda, tetapi tidak meyebabkan Penyakit yang sebenarnya.
Sementara, beberapa mengandung Virus Tidak Aktif yang menciptakan Respons serupa di dalam Tubuh. Dan beberapa menggunakan RNA atau DNA yang direkayasa secara Genetika, yang membawa "Arah" untuk membuat Jenis Protein yang dapat mencegah Virus dari mengikat ke Sel kita dan membuat kita Sakit.
Begitu para Peneliti memutuskan Rute Vaksin mana yang menurut mereka akan bekerja paling baik, mereka mulai menguji. "Di sinilah waktu benar-benar berperan, bahkan setelah Anda melakukan Tes Laboratorium untuk memastikan langkah itu bekerja," ujar Lee.
2. Banyaknya Pengujian Keamanan dan Studi Lapangan
Ia menambahkan, dalam banyak Kasus Vaksin yang Diuji pada Hewan untuk memastikan bahwa Vaksin itu akan Aman bagi Manusia dan memiliki Respons yang diinginkan. Dan kemudian, di mana tindakan-tindakan Pengujian itu benar-benar mulai memakan Waktu dalam Uji Klinis Manusia.
Untuk menggelar Vaksin membutuhkan banyak Pengujian Keamanan. Selama Fase 1, para Peneliti mengambil sedikit Relawan Sehat dan menguji Vaksin untuk Efek Samping yang Serius.
Fase 2, melibatkan Studi yang lebih kecil yang melihat Kemanjuran Vaksin. Hal ini termasuk mencari tahu Dosis Vaksin terbaik, Penjadwalan Dosis jika seseorang membutuhkan dosis banyak, dan banyak lagi. Para Ilmuwan akan mempertimbangkan apakah Vaksin masih tampak cukup Aman dan apakah Respons Imun atau penumpukan Antibodi cukup bagus untuk menjamin melanjutkan ke Studi Klinis tambahan.
Dalam Fase 3, Anda akan melihat Studi Lapangan yang lebih besar. Di sini, para peneliti dapat mencari efek samping jangka pendek yang umum dan pada Dosis apa Efek Samping tersebut muncul. Bahkan, Vaksin yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA), masih butuh Waktu untuk memproduksi dan Mendistribusikannya secara massal di seluruh Negeri. Tujuannya adalah untuk Memvaksinasi sejumlah besar Orang.
3. Tahap Pengujian dan Pemantauan
Selanjutnya, Fase 4, dilakukan Pengujian dan Pemantauan berlanjut bahkan setelah Vaksin umumnya tersedia karena butuh Waktu untuk memastikan Keamanan. Efek Samping yang umum dari Vaksin dapat terjadi Kemerahan dan Rasa Sakit di tempat Injeksi dan mungkin Demam Ringan, namun Efek Samping seperti Kejang atau Reaksi Alergi sangat jarang terjadi. Tetapi, intinya adalah bahwa para Ilmuwan dan Dokter bertujuan untuk mengembangkan Vaksin di mana manfaat Perlindungan jauh lebih besar daripada Risikonya.
Walaupun sulit untuk mengungkapkan kapan para Peneliti akan memiliki Vaksin yang layak, ada beberapa Faktor yang dapat mempercepat waktu untuk Vaksin Virus Corona ini. Pendekatan Tradisional untuk membuat Vaksin, seperti penggunaan Telur Ayam, terbukti tetapi tidak harus cepat.
"Anda memiliki beberapa Teknologi baru yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa Perusahaan, di mana mereka sudah siap merespons Pandemi," ujar Lee." Dari situ, Anda dapat mempersingkat beberapa Penemuan dan Jadwal Pengembangan Awal tersebut," lanjut dia. Menurut Lee, Metode berbasis Bioteknologi yang lebih baru, terkadang disebut "Metode Kultur Sel," bisa membuat perkembangan lebih cepat.
Selain itu, dengan Pandemi yang mengelilingi Dunia, para Peneliti Amerika hampir tidak sendirian. Ada Upaya Global untuk menemukan Vaksin yang layak. “Anda punya perusahaan Swasta dan Ilmuwan yang mencoba bekerja sama dalam Vaksin. Kolaborasi itu tentu dapat membantu mempercepat Timeline," kata Lee.
Para Ilmuwan masih ingin meminimalkan Risiko dan memastikan Peluncuran Vaksin yang paling Aman. "Tetapi mengingat Wabah ini secara Global dan dampaknya, saya bisa membayangkan ada cara untuk merancang Uji Coba untuk mempercepat Pengujian Vaksin," imbuh dia.
Pengembangan tambahan dengan Obat-obatan
Selain Uji Coba Vaksin, para Peneliti sedang menguji Perawatan potensial untuk COVID-19. Alih-alih mencegah penyakit, ini bertujuan untuk membuat orang sakit kembali sehat. “Salah satu perawatan yang mendapat banyak perhatian adalah remdesivir, tetapi data yang tersedia sejauh ini cukup terbatas," ucap Cutrell. Sejauh ini belum ada uji coba yang membandingkan penggunaan obat antivirus dengan kelompok kontrol. Ada juga obat-obatan yang berpotensi mengatasi respons sistem kekebalan terhadap virus.
"Banyak Pasien COVID-19 menjadi lebih Parah kondisinya di Minggu Kedua, dan ini bukan Virusnya, tetapi Sistem Kekebalan yang membuat mereka semakin Sakit. Mereka mengalami Kondisi Peradangan yang berlebihan atau Badai Sitokin," ujar Cutrell. Beberapa obat yang mungkin mengurangi Efek Sistem Kekebalan sedang dalam Uji Klinis. Lalu ada Obat Hydroxychloroquine yang sekarang menjadi Kontroversial, yang telah lama digunakan untuk malaria atau kondisi Peradangan seperti Rheumatoid Arthritis atau Lupus.
Cutrell mengungkapkan, muncul kekhawatiran mengenai keamanan mengkonsumsi Hydrochloroquine, termasuk masalah Jantung dan Artimia. Kendati begitu, FDA menyarankan masyarakat AS untuk tidak menggunakan Hydroxychloroquine di luar pengaturan Rumah Sakit.
Akhirnya, COVID-19 mungkin dapat diobati dengan Plasma Konvalesen. Antibodi dan Protein dalam Plasma itu berpotensi membantu seseorang dengan COVID-19 Pulih. Cutrell menambahkan, sampai kita memiliki Vaksin atau Perawatan yang berarti, para Peneliti perlu melanjutkan dengan Hati-hati, meningkatkan pengujian dan mengisolasi Orang Sakit dengan cepat jika kita berharap Situasi kembali Normal. Tentu saja, Negara-negara itu masih melihat Gelombang Kedua Virus. "Pendekatan itu membutuhkan kewaspadaan yang Konstan," katanya lagi.
Update Perkembangan 10 Calon Vaksin Virus Corona di Dunia
Sumber Artikel : Kompas.com
Perjalanan menemukan Vaksin dan Obat Virus Corona COVID-19 memang masih Panjang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut kemungkinan Vaksin tersebut baru akan tersedia paling cepat Tahun 2021. Saat ini sejumlah Perusahaan dan Negara mulai dari Amerika Serikat, China ke Jerman, para Ilmuwan bekerja sepanjang waktu untuk menemukan Vaksin melawan Virus Corona baru.
Sebagian besar program berada pada Tahap Awal, yang berarti standar data, Uji Klinis dengan Plasebo "Buta" dan kelompok terapi yang masih memerlukan waktu. Dalam Waktu Normal, proses untuk menyetujui Obat atau Vaksin Lambat dan Melelahkan. Hal itu dapat dipercepat tetapi dengan Risiko Bahaya yang tidak terduga. Ketika aturan dilonggarkan dalam keinginan untuk mendapatkan Vaksin ke Pasar dengan cepat, penting untuk mengarahkan pandangan Skeptis pada data yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Mungkin juga bisa muncul lebih dari Satu Vaksin yang dapat digunakan.
Dikutip dari Bloomberg, dalam Epidemi Polio Tahun 1950-an, para Ilmuwan mengembangkan 2 (Dua) Jenis, Pertama Suntikan dan kemudian Tetes Oral, untuk membantu memberantas Penyakit. Berikut inlah sejumlah Perusahaan Medis yang sedang meneliti Kandidat Antivirus Corona :
1. Johnson & Johnson
Dengan Anggaran Satu Miliar Dollar AS (US$ 1 Miliar), Johnson & Johnson bekerjasama dengan Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menguji Vaksin, J&J berencana untuk memulai Uji Coba manusia pada Bulan September.
2. Inovio
Inovio memulai Ui Coba Vaksinnya pada Bulan April lalu; Perusahaan menargetkan Studi yang lebih besar pada Musim Panas ini.
3. Moderna
Pemerintah AS telah menghibahkan Perusahaan hampir 500 Juta Dollar (US$ 500 Juta) dalam pendanaan untuk mengembangkan dan menguji Kandidat Virus-nya. Uji coba pasien sedang dilakukan; Hasil Awal Pengujian itu dapat tersedia pada Akhir Mei atau Juni (Sudah sejak Sebulan yang lalu).
4. Sinovac
Perusahaan ini mengatakan bahwa Inokulasi dapat menetralkan berbagai jenis Virus.
5. CanSino Biologics
Perusahaan CanSino Biologics yang terdaftar di Hong Kong bekerja bersama dengan Militer China untuk mengembangkan Vaksin. Vaksin ini memulai Percobaan Manusia di Wuhan.
6. Sanofi dan GlaxoSmithKline
Sanofi adalah Teknologi Pengujian yang sudah digunakan dalam suntikan Flu, dengan Glaxo menyediakan beberapa Bahan. Uji coba pasien dapat dimulai pada Paruh Kedua Tahun ini.
7. Imperial College London
Peneliti Imperial College London telah menerima Dana untuk Proyek Vaksin mereka dan bertujuan untuk memulai Uji Klinis pada Bulan Juni ini.
8. China National Biotec
Pembuat obat-obatan milik negara China mulai melakukan Uji Coba pada Panusia yang dikendalikan dengan Plasebo (Obat Kosong) pada Bulan April lalu.
9. Oxford University dan AstraZeneca AstraZeneca
Mereka telah setuju untuk melakukan Inokulasi Eksperimental yang dikembangkan oleh para Peneliti di Oxford. Sudah dipelajari pada Manusia, itu bisa mencapai Uji Tahap Akhir pada Pertengahan Tahun ini.
10. BioNTech dan Pfizer
Duo Jerman dan Amerika Serikat meluncurkan Uji Klinis terhadap Vaksin-nya di AS dan Eropa. Jika berhasil dan disetujui oleh Regulator, Pembuat Obat dapat mulai mendistribusikan Suntikan berdasarkan Penggunaan Darurat pada Musim Gugur.
Dan inilah Gambar Ilustrasi Perkembangan Pengujian Vaksin Virus Corona oleh sejumlah Perusahaan :
Perkembangan Pengujian Vaksin COVID-19 oleh sejumlah Perusahaan |
Tahapan Uji Coba Ilmiah untuk membuat Vaksin Virus Corona (COVID-19), yaitu :
- Uji Coba pada Manusia Fase I, Anda hanya menguji Keamanan. (Apakah Perawatan atau Vaksin dapat menyebabkan Kerusakan?)
- Fase II, para ilmuwan mulai menguji 'Kemanjuran' pada sejumlah kecil Orang. (Apakah Vaksin-nya dapat berfungsi?)
- Uji Coba Fase III melibatkan Pengujian Efikasi pada Ratusan atau Ribuan Orang.
INFORMASI TAMBAHAN TENTANG VIRUS CORONA (COVID-19)
Sumber Arkitel : Alodokter.com
Infeksi Virus Corona disebut dengan COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan Pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China pada Akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa Bulan.
Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan Lockdown dalam rangka mencegah penyebaran Virus Corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan Penyebaran Virus ini.
Coronavirus adalah kumpulan Virus yang bisa menginfeksi Sistem Pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti Flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti Infeksi Paru-paru (Pneumonia).
Selain Virus SARS-CoV-2 atau Virus Corona, Virus yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan oleh Virus dari Kelompok yang sama, yaitu Coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal Kecepatan Penyebaran dan Keparahan Gejala
Tingkat Kematian akibat dari Virus Corona (COVID-19)
Menurut Data yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Republik Indonesia, Jumlah Kasus terkonfirmasi Positif hingga Tanggal 21 Juni 2020 (29 Syawal 1441 H) adalah 45.891 Orang dengan Jumlah Kematian sebanyak 2.465 Orang.
Dari Kedua Angka ini dapat disimpulkan bahwa Case Fatality Rate atau Tingkat Kematian yang disebabkan oleh COVID-19 di Indonesia adalah sekitar ± 5,5%. Case Fatality rate adalah Presentase Jumlah Kematian dari seluruh Jumlah Kasus Positif COVID-19 yang sudah Terkonfirmasi dan dilaporkan.
Merujuk pada Data tersebut, Tingkat Kematian (Case Fatality Rate) berdasarkan Kelompok Usia adalah sebagai berikut :
- 0–5 Tahun : 2,1%
- 6–17 Tahun : 0,4%
- 18–30 Tahun : 0,6%
- 31–45 Tahun : 2,29%
- 46–59 Tahun : 8,2%
- > 60 Tahun : 16,9%
Dari seluruh Penderita COVID-19 yang Meninggal Dunia, 0,8% berusia 0–5 Tahun, 0,5% berusia 6–17 Tahun, 2,7% berusia 18–30 Tahun, 12,4% berusia 31–45 Tahun, 39,9% berusia 46–59 Tahun, dan 43,6% berusia 60 Tahun ke Atas.
Sedangkan berdasarkan Jenis Kelamin, 60,8% Penderita yang Meninggal akibat COVID-19 adalah Laki-laki (♂️) dan 39,2% sisanya adalah Perempuan (♀️).
Pencegahan Virus Corona (COVID-19)
Sampai saat ini, belum ada Vaksin untuk mencegah Infeksi Virus Corona atau COVID-19. Oleh sebab itu, cara pencegahan yang terbaik adalah dengan menghindari Faktor-faktor yang bisa menyebabkan Anda terinfeksi Virus ini, yaitu :
- Terapkan Physical Distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 meter dari orang lain, dan jangan dulu ke luar rumah kecuali ada keperluan mendesak.
- Gunakan Masker saat beraktivitas di tempat umum atau Keramaian, termasuk saat pergi berbelanja Bahan Makanan.
- Rutin mencuci Tangan dengan Air dan Sabun atau Hand Sanitizer yang mengandung Alkohol minimal 60%, terutama setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum.
- Jangan menyentuh Mata, Mulut, dan Hidung sebelum mencuci Tangan.
- Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi Makanan Bergizi, Berolahraga secara Rutin, Beristirahat yang Cukup, dan mencegah Stres.
- Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang dicurigai Positif terinfeksi Virus Corona, atau orang yang sedang Sakit Demam, Batuk, atau Pilek.
- Tutup Mulut dan Hidung dengan Tissue saat Batuk atau Bersin, kemudian buanglah Tissue ke Tempat Sampah.
- Jaga Kebersihan Benda yang sering disentuh dan Kebersihan Lingkungan, termasuk Kebersihan Rumah.
Untuk orang yang diduga terkena COVID-19 atau termasuk Kategori ODP (Orang Dalam Pemantauan) maupun PDP (Pasien Dalam Pengawasan), ada beberapa Langkah yang bisa dilakukan agar Virus Corona tidak menular ke orang lain, yaitu :
- Lakukan Isolasi Mandiri dengan cara Tinggal Terpisah dari orang lain untuk sementara waktu. Bila tidak memungkinkan, gunakan Kamar Tidur dan Kamar Mandi yang berbeda dengan yang digunakan orang lain.
- Jangan keluar Rumah, kecuali untuk mendapatkan Pengobatan.
- Bila ingin ke Rumah Sakit saat Gejala bertambah Berat, sebaiknya hubungi dahulu Pihak Rumah Sakit untuk menjemput.
- Larang orang lain untuk mengunjungi atau menjenguk anda sampai Anda benar-benar Sembuh.
- Sebisa mungkin jangan melakukan pertemuan dengan orang yang sedang sedang sakit.
- Hindari berbagi penggunaan Alat Makan dan Minum, Alat Mandi, serta Perlengkapan Tidur dengan orang lain.
- Pakai Masker dan Sarung Tangan bila sedang berada di tempat umum atau sedang bersama orang lain.
- Gunakan Tissue untuk menutup Mulut dan Hidung bila Batuk atau Bersin, lalu segera buang Tissue ke Tempat Sampah.
Kondisi-kondisi yang memerlukan penanganan langsung oleh Dokter di Rumah Sakit, seperti Melahirkan, Operasi, Cuci Darah, atau Vaksinasi Anak, perlu ditangani secara berbeda dengan beberapa Penyesuaian selama Pandemi COVID-19. Tujuannya adalah untuk mencegah dari Penularan Virus Corona selama Anda berada di Rumah Sakit. Konsultasikan dengan Dokter mengenai tindakan terbaik yang perlu dilakukan.
Ataupun jika ingin melihat Berita, Info terkini, hingga Update Kasus COVID-19 dari Pemerintah RI dan juga dari Kemkes RI, silahkan lihat di sini (Covid19.go.id), lihat di sini (Kompas.com), dan juga lihat di sini (dari Kemkes RI) ataupun juga bisa lihat di sini (KawalCovid19.id). Dan juga lihat di sini (ArcGis bersama KawalCovid19) untuk melihat Peta Sebaran Virus Corona (COVID-19) di Indonesia.
Klik Tulisan berikut ini jika ingin melihat Peta Pesebaran (ArcGis Dashboard), dan Update Kasus COVID-19 (WorldOmeters, Coronaup.date, Wikitechly.com, dan nCoV2019.live) di Seluruh Dunia / Mancanegara. Ataupun jika ingin mengetahui tentang COVID-19 dari WHO (World Health Organization), silahkan lihat di sini.
Untuk melihat Artikel yang Serupa di Blog ini tentang Virus Corona Part 1, silahkan lihat di sini. Ataupun jika ingin membaca Artikel tentang Virus Corona dari Situs lain, silahkan lihat di sini.
Demikianlah Informasi ini, Jagalah Kesehatan anda agar terhindar dari Virus Corona COVID-19 dengan cara menjaga Imunitas Tubuh dan Gaya Hidup Bersih dan Hidup Sehat.
#WorkFromHome #StayAtHome #TetapTinggalDiRumah #DiRumahSaja #SocialDistancing #PhysicalDistancing #NewNormal
Terima Kasih 😷😀😊😉👌👍 :)
Wassalammu‘alaikum Wr. Wb.